Pages

Jumat, 08 Februari 2013

Tambang PT. GALENA

Wilayah konsesi PT. Galena merupakan wilayah rawan bencana ekologis...
demi keselamatan hidup rakyat... PT. Galena mesti di tolak!!!

Kamis, 07 Februari 2013

Tambang dalam Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (Karst Maros-Pangkep)

A. Latar Belakang
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung merupakan salah satu kawasan Taman Nasional yang terluas di Indonesia, yang ditetapkan melalui Kepmen Kehuatanan RI No. SK.398/Menhut-II/2004, yang merupakan penggabungan dari beberapa fungsi-fungsi sebelumnya yakni: Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi Terbatas, dengan luas secara keseluruhan ± 43.750 Ha. TN. Babul ditetapkan dengan didasarkan pada keunikan fenomena alam yang ada dalam kawasan tersebut, selain itu kawasan tersebut adalah kawasan karst terluas di Indonesia dan merupakan karst klas I (meskipun sebagian karst tidak dimasukkan dalam kawasan taman nasional). Oleh karena itu kawasan karst Maros-Pangkep adalah suatu kawasan yang wajib dilestarikan karena memiliki kedudukan yang sangat penting dalam perlindungan sistem tata air di Sulawesi Selatan karena merupakan sumber mata air yang mengaliri beberapa DAS penting yang ada di Sulawesi Selatan, misalnya DAS Wallanae yang merupakan sumber pasokan air utama untuk danau tempe yang merupakan pemasok utama irigasi untuk pertanian di beberapa kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan. Selain itu banyak satwa endemik yang hidup di Kawasan Karst Maros-Pangkep yang tidak dijumpai di daerah lain, yang memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem alam. Berdasarkan hasil penelitian, dalam kawasan karst Maros-Pangkep juga banyak ditemukan situs sejarah. Dengan demikian, kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (Karst Maros-Pangkep) merupakan warisan sejarah yang memiliki fungsi yang sangat vital dalam keberlanjutan kehidupan rakyat Sul-Sel.
B. Gambaran Kawasan
Letak Kawasan
Secara administratif Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terletak di kab. Maros dan Kab. Pangkep. Dengan letak geografis 11934’17” - 119°55'13"BT dan 4°42'49" - 5°06'42"LS. Terletak di 10 Kecamatan dan 40 Kelurahan/Desa.
Zonasi Kawasan
Penataan kawasan dibagi ke dalam beberapa zona, yaitu:
1. Zona inti; kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti hanya kegiatan monitoring, tidak diizinkan melakukan kegiatan yang bersifat mengubah bentang alam.
2. Zona rimba; dapat dilakukan kegiatan penelitian, pendidikan, wisata terbatas dan budidaya, kegiatan yang bersifat mengubah bentang alam dilarang. Pemanfaatan zona ini hanya diizinkan untuk pemanfaatan yang bersifat tradisional.
3. Zona pemanfaatan; kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam, serta penangkaran jenis dapat dilakukan dalam zona ini. Tidak dibolehkan melakukan kegiatan yang bersifat mengubah bentang alam, pemanfaatan secara tradisional dibolehkan.

Geologi dan Tanah
Formasi geologi kawasan TN. Babul dikelompokkan menurut jenis batuan, yakni:
1. Formasi Balang Baru. Terdiri dari perselingan serpih dengan batu pasir, batu lanau dan batu lempung dengan struktur batuan berlapis. Satuan batuan ini adalah batuan sedimen yang terletak di Kec. Mallawa.
2. Batuan Gunung Api Terpropilitkan. Terdiri dari breksi dan lava yang bersifat andesitic, trakit dan basal. Batuan ini terdapat di Kec. Tanralili, Kab. Maros.
3. Formasi Mallawa. Terdiri dari batu pasir kuarsa, batu lanau, batu lempung dan konglomerat, dengan sisipan atau lensa batubara. Terdapat di Kec. Watang Mallawa dan Bantimurung.
4. Formasi Tonasa. Formasi ini terdiri dari batu gamping pejal, bioklastik, kalkarenit, koral dan kalsirudit bersisik yang mengandung mineral glauconit dan napal dengan sisipan breksi batu gamping.
5. Formasi Camba. Formasi terdiri dari perselingan batuan sedimen laut dan batuan gunung api, yaitu batu pasir tufaan berselingan dengan tufa, batu pasir, batu lanau dan batu lempung. Dan juga sisipan napal, batu gamping dan batubara.
6. Batuan Gunung Api Formasi Camba. Batuan ini terdiri dari breksi, lava dan konglomerat yang terdiri dari pragment andesit dan basal, matriks dan semen tufa halus hingga pasiran.
7. Batuan Gunung Api Baturape-Cindako. Terdiri dari lava dan breksi gunung api, bersisipan tufa dan konglomerat yang banyak mengandung firoksin.
8. Batuan Terobosan. Terdiri dari granodiorit, andesit, diorite, trakit dan basal piroksin.
9. Endapan Aluvium. Terdiri dri endapan aluvium sungai berupa bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung. (Sumber data: RPJP TN. Babul 2008-2027 Kab. Maros dan Pangkep).

Secara umum jenis tanah yang ditemukan pada kawasan karst Maros-Pangkep adalah tanah yang kaya akan kalsium dan magnesium, yakni:
1. Tanah jenis Rendolls. Memiliki kandungan bahan organic yang sangat tinggi sehingga berwarna kehitaman.
2. Eutropepts. Jenis tanah ini merupakan turunan dari inceptisol. Jenis tanah ini sangat dangkal dan berwarna terang.

Topografi dan Kelerengan
Bentuk permukaan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit dan gunung. Puncak tertinggi terletak pada ketinggian 1.565 m.dpl di sebelah utara pegunungan Bulusaraung. Puncak gunung Bulusaraung sendiri terletak pada ketinggian 1.353 m.dpl, dengan ciri topografi relief tinggi, lereng terjal dan tekstur topografi yang kasar. Ciri daerah perbukitan adalah bentuk relief dan tekstur topografi halus sampai sedang, bentuk lereng sedang sampai rendah, bentuk bukit tumpul dan lembah yang sempit sampai melebar, yang terdiri dari kelompok perbukitan intrusi, sedimen dan karst. Sedangkan daerah dataran memiliki bentuk permukaan lahan yang datar sampai sedang dan sedikit bergelombang, relief rendah dan tekstur topografi halus, yang terletak di antara perbukitan karst yang berbentuk menara.

Fungsi Hidrologi (Karst)
Kawasan karst Maros-Pangkep terdiri dari beberapa tipe ekosistem, antara lain ekosistem hutan di atas batuan karst, dan ekosistem hutan hujan. Sebagian besar karst berbentuk menara (the spectacular tower karst) yang memiliki keunikan. Karst Maros-Pangkep mampu menyimpan air selama 3-4 bulan setelah musim hujan, sehingga sungai bawah tanah dan mata air di kawasan karst mengalir sepanjang tahun dengan kualitas air yang baik. Sumber mata air dari beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan adalah dari kawasan Taman Nasional bantimurung –Bulusaraung (Karst Maros-Pangkep), antara lain: sungai Wallanae yang merupakan sumber air utama dari danau tempe, sungai pangkep, sungai bone (Pangkep), sungai pute dan sungai bantimurung. Selain itu, ditemukan juga beberapa mata air dan sungai-sungai kecil, serta aliran bawah tanah/danau bawah tanah pada sistem perguaan.
Potensi Wisata
Berbagai jenis potensi wisata dapat dikembangkan dalam kawasan taman nasional Bantimurung – Bulusaraung, antara lain:
1. Wisata tirta, misalnya pada air terjun Bantimurung, patunuang asue/biseang labboro, dll.,
2. Wisata alam susur gua atau caving dapat dilakukan di banyak tempat dalam kawasan karst taman nasional, dimana terdapat banyak gua dengan keindahan yang menarik,
3. Caving untuk tujuan wisata budaya, terdapat banyak kawasan arkeologis atau situs sejarah dalam kawasan taman nasional,
4. Wisata atraksi satwa, seperti keindahan warna-warni kupu-kupu di habitat aslinya, kera hitam sulawesi, tarcius spectrum, dll
5. Tracking,
6. Menara-menara karst yang memiliki keindahan dan keunikan,
7. Dll.

C. Kondisi masyarakat di sekitar kawasan
Sosial Ekonomi
Mayoritas masyarakat yang berada di sekitar kawasan merupakan petani, dengan alat produksi yang masih tradisional. Dengan demikian potensi kerusakan kawasan taman nasional yang disebabkan oleh aktifitas bertani masyarakat sangat kecil kemungkinan bisa terjadi. Secara umum masyarakat yang berada di sekitar kawasan dari aspek ekonomi masih berada pada kategori miskin, hal ini didasarkan pada

Budaya
Etnis Bugis-Makassar yang menganut agama Islam merupakan bagian besar dari penduduk yang menghuni kawasan sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kabupaten Maros dan Pangkep merupakan daerah peralihan antara wilayah etnis Bugis dengan wilayah etnis Makassar, sehingga masyarakat yang berada di wilayah tersebut umumnya mampu berbahasa Bugis dan Makassar. Pada beberapa kecamatan di Kabupaten Maros dan Pangkep, terdapat komunitas yang menggunakan bahasa Dentong dan bahasa Makassar berdialek Konjo.
Sistem kepercayaan dan budaya masyarakat Maros, Pangkep dan Bone sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Bugis-Makassar dan Islam. Nilai-nilai budaya yang berlaku masih dijunjung tinggi oleh masyarakat di wilayah tersebut.
Masyarakat agraris pada umumnya mempunyai aktifitas rutin dalam hal pertanian, hal ini pun terjadi pada masyarakat yang menghuni kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, mulai dari persiapan lahan, penanaman dan panen. Semangat gotong royong dalam pembuatan atau perbaikan saluran air, jalan desa dan ritual budaya masih terpelihara dengan baik. Masyarakat mengadakan tudang sipulung (duduk Bersama) untuk menentukan musim panen bersama aparat desa. Seperti masyarakat bugis-makassar, disanapun dilaksanakan kegiatan Mappadendang sebagai ucapan rasa syukur yang dilaksanakan setelah musim panen padi. Disamping itu, dikenal berbagai budaya lokal yang terkait dengan sistem kepemilikan (sanra, teseng, dan pewarisan) dan perkawinan yang berkaitan dengan budaya agraris.
Pendidikan
Kondisi pendidikan masyarakat pada wilayah-wilayah di sekitar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sampai dengan tahun 2006 dapat dianggap masih cukup rendah. Berdasarkan data kondisi pendidikan, persentase jumlah pelajar dari total populasi penduduk hanya sebesar 19,07%. Sebagai bahan perbandingan, jumlah populasi masyarakat seluruh Kabupaten Maros yang berada dalam usia sekolah (dengan asumsi usia 5 hingga 19 tahun) sebanyak 102.836 jiwa atau ± 34,56% dari total populasi 297.618 jiwa. Dengan menggunakan angka prosentase populasi penduduk seluruh Kabupaten Maros yang berada dalam usia sekolah, dibandingkan dengan prosentase jumlah pelajar dari total populasi penduduk di sekitar kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang hanya sebanyak 19,07%, maka terdapat sekitar 55% atau lebih dari separuh penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di sekitar kawasan taman nasional. Kenyataan yang demikian ini dapat digunakan sebagai salah satu peringatan atau indikasi bahwa tekanan terhadap kawasan taman nasional masih akan tetap tinggi hingga dua atau tiga dekade yang akan datang. Populasi penduduk ini sebagian besar masih akan menggantungkan kebutuhan ekonominya dari bidang-bidang pertanian (yang membutuhkan lahan), yang disebabkan oleh lemahnya daya saing untuk memperoleh jenis pekerjaan lain yang mempersyaratkan pendidikan.
D. Fakta-Fakta lapangan
1. Terdapatnya perusahaan tambang dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
2. Seluruh perusahaan tambang marmer berada dalam kawasan karst kelas I
3. Kawasan pengganti izin pinjam pakai kawasan tidak jelas lokasinya.
4. Adanya tumpang tindih tapal batas Taman Nasional dan wilayah kelola masyarakat
5. Adanya alif fungsi lahan dibeberapa titik.
6. Produktifitas pertanian mengalami penurunan akibat pencemaran perusahaan pertambangan.
WALHI Sul-Sel

Monopoli tanah secara besar-besaran oleh PT. Galena di Kab. Sinjai, selain mengancam keselamatan hidup rakyat, juga dipastikan akan merampas hak kelola (basis produksi) rakyat di 27 Desa...

chivasrhyo@gmail.com

Rabu, 30 Januari 2013

DPRD Kota Makassar harus mengutamakan keselamatan masyarakat di tengah risiko bencana ekologis di Kota Makassar

 PRESS RELEASE
DPRD Kota Makassar harus mengutamakan keselamatan masyarakat di tengah risiko bencana ekologis di Kota Makassar
(Sikap terhadap polemik keputusan DPRD Kota Makassar atas rencana anggaran penambahan RTH Kota Makassar dalam APBD 2013)

Krisis RTH Kota Makassar
Kota Makassar adalah salah satu daerah dengan tingkat risiko bencana yang Tinggi (Peta Indeks Risiko Bencana Banjir, BNPB). Ketersediaan daerah resapan (catchment area) yang tidak memadai, buruknya sistem pengelolaan sampah dan drainase merupakan faktor dominan penyebab banjir (bencana ekologis) yang pada dasarnya bersumber dari penataan ruang kota Makassar yang semakin buruk. Kondisi ini meletakkan tuntutan untuk penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai kebutuhan mutlak dipenuhi di Kota Makassar.  Dengan kata lain, salah satu instrumen kunci untuk pengurangan risiko bencana di kota Makassar adalah  ketersediaan RTH yang memadai. Di musim kemarau, kawasan ini akan memberikan kesejukan dan penghisap racun polutan kota diberbagai tempat. Di musim penghujan, kawasan ini akan menyerap dan membantu pengendalian sirkulasi air dalam kuantitas yang cukup besar sehingga dapat menghambat banjir.  Jelas, bahwa tuntutan ini bukan tanpa dasar dan analisis dangkal semata. Selain merupakan tuntutan lingkungan, RTH telah menjadi amanah konstitusional (PERDA Kota Makassar No.6 Tahun  2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015).  
RTH merupakan kawasan pengaman, peneduh, penyangga dan atau keindahan lingkungan, sekaligus sebagai fasilitas umum (Perda No.6 th.2006 tentang RTRW Kota Makassar, Paragraf 3, Pasal 15, ayat 2). RTH di Makassar yang tidak mencapai 10% dari luas wilayah kota merupakan kenyataan krisis RTH di Kota Makassar.  Target realisasi minimal 30% RTH seperti yang digembar-gemborkan pemerintah selama ini nampaknya hanya isapan jempol semata. Target inipun sebenarnya tidak berdiri dalam rancangan visi yang jelas. Mengingat bahwasanya RTH yang dimaksud dalam RTRW Kota Makassar dihitung dalam persentase konkrit berdasarkan luas wilayah dalam 13 kawasan terpadu di kota Makassar. Pusat kota (5%), kawasan pemukiman terpadu (7%), kawasan pelabuhan terpadu (7%), kawasan bandara terpadu (15%), kawasan maritim terpadu (10%), kawasan industry terpadu (7%), kawasan pergudangan terpadu (5%), kawasan pendidikan tinggi terpadu (7%), kawasan penelitian terpadu (55%), kawasan budaya terpadu (15%), kawasan olahraga terpadu (18%), kawasan bisnis dan pariwisata terpadu (10%), dan kawasan bisnis global terpadu (12%) (Perda No.6 th.2006 tentang RTRW Kota Makassar, Paragraf 3, Pasal 15, poin 3).   
Derita banjir di Makassar awal 2013 bukanlah karena luapan sungai Jeneberang dan sungai Tallo. Tetapi, ketidaktersediaan (RTH dan sistem drainase yang baik) pengendali sirkulasi air dalam kota. Kenyataan pahit ini akan terus berulang jika tidak ada ketegasan dan komitmen kuat mengatasi krisis RTH di Kota Makassar.

Keputusan DPRD Kota Makassar dan ancaman keselamatan masyarakat Makassar 
Terlepas dari polemik keputusan DPRD Kota Makassar yang menghapus/mengalihkan anggaran untuk penambahan RTH Kota Makassar dalam APBD 2013 yang telah diusulkan BLHD Kota Makassar sebesar 6 milliar rupiah dengan alas an ketidaktepatan peruntukan anggaran. Patut disadari bahwa penambahan RTH di Kota Makassar merupakan kebutuhan yang sangat penting dan mendesak, mengingat krisis RTH Makassar seperti yang telah dipaparkan di atas. Keputusan DPRD Kota Makassar harus menggambarkan komitmen dan kebijakan politik yang kuat dan tegas untuk menciptakan ruang yang lebih baik (RTH) dan menjamin keselamatan masyarakat di kota Makassar. Keputusan yang keliru akan menjadi alasan tidak adanya penambahan RTH baru di Makassar dan membuat kota semakin rentan dengan bencana ekologis. Padahal, telah dipahami bahwa penambahan RTH dapat menjadi salah satu instrumen pendukung untuk memperbaiki daya dukung lingkungan di Kota Makassar.
PERDA RTRW Kota Makassar yang baru belum dibahas dan ditetapkan, belum tersedianya dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kota Makassar (amanah UU. No. 32 Th. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup), dan ketidaktepatan keputusan yang berkaitan dengan penambahan RTH akan menambah deretan catatan buruk kebijakan sektor lingkungan di Kota Makassar. Kondisi ini akan membuat semakin sulit menilai pola pemanfaatan ruang dan daya dukung lingkungan di tengah semakin pesatnya pembangunan Kota Makassar. Wajar nantinya jika pemandangan di kota Makassar akan semakin sesak dengan formasi beton. Penderitaan dan kerugian akibat bencana ekologis harus dijadikan pelajaran besar bagi seluruh pemangku kebijakan di kota ini agar sadar dan menjadikan sektor lingkungan sebagai sektor utama dalam penentuan kebijakan. Disadari atau tidak, ketidakberesan pengelolaan lingkungan hidup kota Makassar telah mempertaruhkan keselamatan masyarakat Makassar dengan tingginya ancaman bencana ekologis akibat ekspansi pembangunan tanpa kendali.
Menyikapi polemik tersebut di atas, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menyatakan sikap:
1.      Mendesak DPRD Kota Makassar segera membuat keputusan yang menunjukkan komitmen yang kuat dan tegas berkaitan dengan penambahan RTH Kota di tahun 2013.
2.      Mendesak DPRD, Pemerintah dan BLHD Kota Makassar segera merealisasikan penambahan RTH Kota Makassar sesuai dengan aturan yang berlaku.
3.      Menuntut kepada DPRD dan Pemerintah Kota Makassar senantiasa menjadikan keselamatan masyarakat dan keberlanjutan ekologis kota Makassar sebagai faktor dan pertimbangan utama dalam penetapan seluruh kebijakan pembangunan.
4.      Mendesak DPRD Kota Makassar segera membahas dan menetapkan Perda RTRW Kota Makassar yang terbaru dan Kebijakan sektor lingkungan lainnya dan melibatkan seluruh stakeholder dalam proses pembahasan dan penetapannya.
Kami juga menyerukan kepada seluruh masyarakat kota Makassar untuk senantiasa lebih kritis dan menggunakan haknya untuk menyatakan sikap, pikiran dan pandangannya dalam menyikapi seluruh kebijakan/keputusan yang dibuat oleh Pemerintah dan DPRD Kota Makassar.

Pulihkan Makassar, Utamakan Keselamatan Rakyat
-WALHI EKSEKUTIF DAERAH SULAWESI SELATAN-

Rabu, 08 Agustus 2012

Penolakan Pembangunan SUTET Palopo


 
WALHI Sulawesi Selatan – LBH Makassar – Jurnal Celebes – Kontras Sulawesi
SIARAN PERS BERSAMA

Tentang

Peristiwa Penangkapan 8 Warga Kelurahan Patte’ne, Kec.Wara Barat, Kota Palopo, Pada Saat Aksi Unjuk Rasa Penolakan Pembangunan SUTET


Pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang dilakukan oleh PT.POSO Energy di Kota Palopo, Prop.Sulawesi Selatan, telah memunculkan protes warga di Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo. Selain karena tidak adanya sosialisasi, Protes warga dilakukan karena ke khawatiran atas dampak negatif yang diakibatkan oleh radiasi listrik tegangan tinggi yang melalui pemukiman warga di Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo.

Upaya Perjuangan Warga Menolak Pembangunan Tower SUTET
Upaya protes oleh ±30 Kepala Keluarga yang bermukin di Kel.Patte’ne, dilakukan dengan aksi demonstrasi ke DPRD Kota Palopo, dan meminta kepada DPRD Kota Palopo untuk menggelar pertemuan yang melibatkan seluruh unsur Muspida Kota Palopo bersama warga, untuk membicarakan jalan keluar dari tuntutan warga yang menolak pembangunan Sutet. Dari pertemuan tersebut juga terungkap, bahwa apa yang di khawatirkan oleh warga soal radiasi SUTET memang terbukti bisa membahayakan warga yang tinggal disekitar Tower dan di lewati oleh Jaringan SUTET. Indikatornya dapat dilihat dari proses pertemuan yang berlangsung, yang dimana pertemuan tersebut mengajukan 3 Resolusi yang kemudian di tawarkan ke warga, yaitu pertama Relokasi Warga, Pemindahan Lokasi Pembangunan Tower dan Jaringan SUTET, dan ketiga Pembumian Radiasi. Kemudian seluruh pihak juga menyepakati bahwa pembangunan SUTET harus dihentikan sebelum ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPRD Kota Palopo, yang akan melakukan investigasi ke lokasi.
Tetapi kemudian, sebelum keluarnya rekomendasi dan tanpa pemberitahuan ke warga, pembangunan Tower SUTET tersebut terus dilanjutkan, dan petugas yang mengerjakan pembangunan membohongi warga dengan mengatakan pembangunan tower yang dikerjakan adalah tower telkomsel.
Karena merasa kecolongan atas pembangunan SUTET tersebut, maka pada tanggal 28 Mei 2012 warga Kel.Patte’ne kembali melakukan aksi dengan mendatangi DPRD Kota Palopo, dan kembali meminta di pertemukan dengan seluruh unsur Muspida, serta meminta klarifikasi tim investigasi dari Komisi II terkait hasil investigasi yang telah dilakukan oleh DPRD Kota Palopo, dan kaitannya dengan dilanjutkannya pembangunan SUTET di wilayah pemukiman warga. Pada saat itu pihak DPRD tidak menanggapi permintaan dan tuntutan warga. Pada tanggal 15 Juni 2012 sekali lagi warga mendatangi DPRD Kota Palopo dengan melakukan aksi, tapi pada hari itu juga warga tidak mendapatakan hasil yang memuaskan, karena pihak DPRD Kota Palopo, mengatakan bahwa pembangunan SUTET layak untuk dilanjutkan. tetapi warga kemudian tidak dapat menerima, dan menyatakan sikap untk melakukan aksi langsung ke lokasi pembangunan SUTET.

Peristiwa Penangkapan Warga Pada Aksi Demostrasi Pada Tanggal 18 Juni 2012
Pada hari Senin, 18 Juni 2012, sekali lagi warga Kel.Patte’ne mendatangi DPRD Kota Palopo, meminta DPRD dan Pemkot untuk melakukan tindakan tegas terhadap aktivitas pembangunan SUTET yang masih terus berlangsung, karena aksi ini tidak mendapat perhatian yang baik dari pihak DPRD Kota Palopo, maka warga yang berjumlah sekitar ±100 orang yang merasa kecewa kemudian bersepakat untuk melakukan aksi langsung di lokasi pembangunan SUTET. Pada saat aksi di lokasi, peserta aksi yang sebagian besar adalah perempuan melakukan upaya penghentian aktivitas pekerjaan perusahaan di lokasi. Aksi oleh warga di lokasi pembangunan tower sutet dengan melakukan tindakan penurunan kabel yang belum terpasang di tower terasebut, di sisi lain kaum perempuan yang terlibat aksi melakukan blokade/penutupan jalan masuk menuju lokasi pembangunan sutet. Aparat kepolisian yang tiba di lokasi tidak dapat mencegah aksi pelepasan tali katrol pengangkut material yang dilakukan oleh massa aksi karena terhalang oleh blokade jalan yang dilakukan oleh kaum perempuan.   

Pada saat aksi berlangsung sekitar pukul 17.00 Wita, 3 orang warga (Robert Rante, Y Seru, Suc ipto) yang bergantian melakukan orasi tiba-tiba ditangkap secara paksa oleh aparat kepolisian, tindakan penangkapan tersebut juga disertai kekerasan pemukulan terhadap warga yang tertangkap. Ketiga orang warga yang tertangkap kemudian dibawa ke kantor Polres Palopo untuk dilakukan pemeriksaan, berselang sejam kemudian 4 orang warga (Darius Rombe, Agustinus, Yohan Bannang, Yance Markus) kembali ditangkap dengan alasan yang tidak jelas, dan beberapa saat kemudian Korlap Aksi (Reimundus) juga ikut ditangkap. Kesemua warga yang ditangkap sekarang berada di tahanan POLRES Palopo.

Dari keseluruhan uraian fakta tersebut di atas, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
1.      Bahwa pembangunan Tower SUTET tidak didahului dengan sosialisasi ke warga Kelurahan Patte’ne dan tidak didukung oleh dokumen-dokumen mengenai analisis dampak yang bisa merugikan warga masyarakat.
2.      Pemberian izin pembangunan SUTET di wilayah Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat Kota Palopo adalah tidak sah, karena melanggar prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yakni tidak berdasarkan azas partisipatif atau persetujuan warga setempat;
3.      Pembangunan Tower Sutet tidak dapat dilanjutkan karena didasari atas izin yang melanggar azas partipatif atau persetujuan warga setempat; selain itu juga melanggar prinsi-prinsip HAM dan Demokrasi.
4.      Aksi protes dan Penolakan pembangunan SUTET yang dilakukan oleh warga setempat adalah Hak Asasi yang dijamin dalam Peraturan perundang-undangan sehingga wajib dilindungi, bukan ditangkap dan dikriminalisasi;
5.      Tindakan aparat Polres Palopo yang telah menangkap 8 orang warga Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat Kota Palopo yang melakukan aksi protes adalah pelanggaran HAM;

Berdasarkan uraian kesimpulan tersebut di atas, maka kami dengan tegas menyampaikan sikap sebagai berikut :
1.      Mendesak kepada pemerintah Kota Palopo untuk segera mencabut izin pembangunan SUTET di wilayah Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat Kota Palopo;
2.      Mendesak PT.POSO Energy untuk segera menghentikan pembangunan SUTET tersebut;
3.      Mendesak Kapolres Palopo untuk segera membebaskan 8 orang warga Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat Kota Palopo yang telah ditangkap tersebut;

Demikian Siaran Pers ini. Atas perhatian dan kerjasama semua pihak, diucapkan banyak terima kasih.



Selasa, 07 Agustus 2012

Untuk Polongbangkeng

Seruan: Kecaman Terhadap Surat Bupati Takalar yang Menyerukan Tindakan Tegas Terhadap Perjuangan kaum Tani Polongbangkeng
Upaya perjuangan kaum tani Polongbbangkeng yang tergabung dalam Serikat Tani Polongbangkeng (STP) Takalar, dalam memperjuangkan pengembalian hak atas tanahnya di Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan, kembali mendapat reaksi yang keras dari pemegang kuasa pemerintahan Kab.Takalar, yakni Ibrahim Rewa Selaku Bupati Takalar. Dalam menyikapi konflik agraria yang terjadi antara warga Polongbangkeng dan PTPN.XIV PG.Takalar, Bupati Takalar pada tanggal 27 Juli 2012, mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Kapolres Takalar, Nomor: 300/2086/Kantib, dengan perihal Laporan Situasi yang Terjadi di PG.Takalar. yang mana dalam surat tersebut memuat beberapa point yang merugikan dan mengancam upaya perjuang warga Polongbangkeng dalam memperoleh kembali hak ata tanahnya. Dalam surat Bupati Takalar tersebut menerangkan bahwa tindakan dan pergerakan massa dilokasi lahan pabrik gula takalar telah menduduki dan menguasai kembali asset Negara, yang berupa tanah seluas 341 Ha dan semakin hari terus bertambah. Untuk itu Bupati Takalar meminta kepada Kapolres Takalar kiranya dapat mengambil tindakan tegas sesuai hokum yang berlaku. (Lebih Jelasnya Lihat Surat Terlampir)    
Surat Bupati Takalar yang meminta Kapolres Takalar untuk melakukan tindakan tegas terhadap Perjuangan kaum Tani Polongbangkeng adalah sebuah tindakan yang tidak patut dilakukan oleh seorang Kepala Pemerintahan dan membuka ruang terjadinya kekerasan dalam penyelesaian konflik antara PTPN XIV Pabrik Gula Takalar dengan Warga polongbangkeng. Beberapa kekeliruan dalam surat tersebut adalah :
Ø  Dasar penyampaian surat Bupati takalar ke Kapolres Takalar, informasinya tidak berimbang karena hanya berdasar pada laporan dari PTPN, tidak berdasar pada hasil penyelidikan dan mengenyampingkan informasi dan situasi objektif yang dialami warga polongbangkeng
Ø  Permintaan Bupati ke Kapolres terkait tindakan tegas terhadap warga polongbangkeng, tidak sepatutnya dikeluarkan oleh bupati karena tidak berdasar pada prinsip-prinsip HAM dan Demokrasi. Seharusnya Bupati Takalar mengedepankan upaya dialogis yang persuasive dengan cara-cara mediasi dan negosiasi dalam penyelesaian konflik.
Ø  Permintaan tindakan tegas terhadap warga sangat memungkinkan berdampak pada terjadinya tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap warga polongbangkeng, dalam hal ini, Bupati Takalar harus berkaca pada banyaknya peristiwa kekerasan yang mengakibatkan terjadinya korban jiwa, yang terjadi dalam penyelesaian konflik Agraria di Indonesia (1 tahun terakhir).
Untuk itu kami menyerukan kepada seluruh kawan-kawan, untuk dapat mengirimkan surat kecaman ke Bupati Takalar, yang didasarkan pada kecaman atas surat Bupati Takalar

Selasa, 11 Mei 2010

Masyarakat Gilireng melawan Pt. Energy Equity Epic Sengkang



Perjuangan Rakyat Gilireng bukan pertama kalinya. mereka memiliki sejarah perlawanan yang panjang melawan ketidakadilan. Dalam sejarah Gilireng tidak pernah tercatat, namun Gilireng adalah salah satu daerah yang tidak pernah bisa ditembus oleh penjajah termasuk penjajahan Belanda dan Jepang. Rakyat Gilireng memiliki persatuan yang kuat untuk melawan setiap ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa.
Keberadaan PT EEES bagi masyarakat tidak memberikan sumbangsih bagi kesejahteraan rakyat Gilireng. PT EEES tidak menjadi tamu yang baik bagi Gilireng, perusahaan sangat tertutup bagi orang luar dan tidak memenuhi tanggung jawab sosial dan tanggung jawab terhadap berkeberlangsungan lingkungan hidup.Dampak terhadap keberlangsungan ekosistem terjadi sejak pertama kali keberadaan PT EEES di Gilireng. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya merusak lingkungan sekitar EEES tapi berdampak pada keberlangsungan hidup rakyat gilireng. Rakyat Gilireng hingga saat ini mengalami kesulitan mengakses air bersih, sumur penduduk hanya terisi air di musim hujan. Sedangkan selebihnya penduduk harus membeli air di kecamatan lain. Kurangnya air tanah dan sungai mempengaruhi produktifitas pertanian. Sawah di kecamatan Gilireng adalah sawah tadah hujan yang bergantung pada musim dan air sungai. Namun 5 tahun terakhir produktifitas pertanian mengalami penurunan drastis. Sawah penduduk yang biasanya menghasilkan panen 2 kali setahun, dua tahun terakhir sebagian besar tak bisa digarap lagi. Hal ini berpengaruh pada tingkat kemiskin penduduk dan rentangnya warga terhadap berbagai penyakit.

PT EEES juga diindikasi tidak melakukan pengolahan limbah sesuai standar yang berlaku. Limbah gas mempengaruhi kualitas udara bersih. Pada musim hujan dan dini hari bau gas methana sangat menyengat penduduk. Penduduk di Desa Poleonro, desa Abbatireng, Desa Alausalo dan Desa Mamminasae, serta Kelurahan Gilireng mengaku sangat terganggu dengan bau gas yang di hasilkan perusahaan. Limbah cair perusahaan dialirkan ke sungai Jembatan Merah yang menjadi saksi sejarah perjuangan rakyat gilireng. Pada musim kemarau air sungai tersebut menjadi hitam dan berbau.

..........
Tahun 2005 terbentuk aliansi GAWAT (Gerakan Wajo Menggugat) yang terdiri lebih dari 26 organisasi kemahasiswaan, NGO dan rakyat Gilireng sendiri. Tuntutan mereka meminta DBH yang tidak pernah dibayarkan pemerintah sejak berdirinya perusahaan tersebut.
9 April 2010 ALMAMATER melakukan aksi di Fly Over menuntut transparansi tata kelola, pengrusakan ekosistem dan ekologi.
15 april 2010 aksi di DPRD Provinsi dan bertemu dengan 3 anggota Dewan dari fraksi Golkar, PKS dan .... dialog tersebut menghasilkan kesepakatan jika DPRD Provinsi sepakat untuk memediasi pertemuan antara Aliansi dengan BP Migas, Depkeu, Kementerian ESDM dan PT EEES. Anggota DPRD juga menyatakan mendukung perjuangan rakyat Gilireng dalam menuntut haknya. Selain di DPRD massa aksi juga bergerak ke kantor PT EEES di Graha Pena, sayangnya kantor tersebut belum berfungsi maksimal. Massa aksi hanya disambut oleh petugas keamanan Graha Pena.
26 april 2010 rakyat melakukan aksi di PT EEES menuntut enam poin transparansi dana bagi hasil, pembayaran dana bagi hasil sejak tahun 1995-2010, pembayaran CSR, penghentian pencemaran lingkungan, penerimaan tenaga kerja 50% dari masyarakat lokal, dan listrik gratis untuk rakyat gilireng. aksi yang diikuti oleh lebih dari 300 warga. Setelah melakukan negosiasi PT EEES akhirnya bersedia menemui pengunjuk rasa dengan mediasi Wakapolres. Dalam pertemuan tersebut PT EEES yang diwakili oleh Bambang SP menyepakati empat tuntutan. Sedangkan poin 1 dan 2 akan dibahas dalam pertemuan yang akan diadakan pada tanggal 29 april 2010. dalam dialog tersebut muncul segala kebohongan yang
29 april 2010 warga kembali mendatangi PT EEES untuk menuntut pertemuan yang dijanjikan oleh Bambang SP. Warga yang tergabung bertambah karena adanya simpati dari warga kecamatan lain yakni dari kecamatan tanasitolo, maniangpajo, sajoanging dan Kec.Keera. namun pada aksi ini pihak kepolisian tidak lagi mengizinkan massa untuk masuk ke halaman parkir PT EEES dan mengatakan jika Pihak PT EEES tidak ada di kantornya. Larangan ini memicu amarah massa. Sehingga mereka memaksa masuk ke halaman PT EEES. Massa akhirnya masuk ke dalam hingga melewati gerbang ke 2 menuju kantor PT EEES. Bambang tidak bersedia menemui massa karena tidak dapat memenuhi janjinya mempertemukan massa dengan pihak terkait lainnya. Ia kemudian melarikan diri lewat sawah menuju Polres Wajo. Anggota DPRD kab.Wajo yang kebetulan berada di Gilireng kemudian mendatangi PT EEES bersama Asistan I Bupati memediasi komunikasi dengan Presiden PT EEES Andi Riyanto. Perwakilan Aliansi memberi batas waktu hingga tanggal 1 mei 2010 dan melakukan pendudukan di PT EEES.
Massa aksi tak bisa berdiam lama di halaman kantor karena bau gas methana yang dihasilkan sangat menyengat dan membuat beberapa massa aksi mual-mual dan sesak napas. Massa aksi kemudian mendirikan tenda di halaman parkir. Polisi dan brimob dari polres Wajo, Polwil Bone, Polwil Pare dan Polda Sulsel terus berdatangan hingga mencapai 500an personil.
30 april 2010 massa masih menduduki PT EEES, di tempat terpisah di kantor Bupati Wajo PT EEES, dengan Depkeu dan BP MIGas serta aparat pemerintahan melakukan pertemuan tanpa melibatkan rakyat.
01 mei 2010 PT EEES menghentikan produksi dan karyawan meninggalkan PT EEES. Deadline yang diberikan kepada PT EEES tidak dipenuhi. Mereka kembali mangkir dari janjinya untuk bertemu dengan rakyat. Massa aksi akhirnya dibubarkan setelah kedatangan Bupati Wajo bersama Wakil ketua DPRD Wajo. Bupati berjanji akan memediasi pertemuan pada tanggal 6 mei 2010 di Kantor Bupati Wajo. Massa aksi sangat kecewa dengan sikap PT EEES yang ingkar janji.
04 mei 2010 Wakapolri berkunjung ke Wajo untuk bertemu dengan pihak PT EEES, dengan aparat terkait. Pada pertemuan dengan Wakapolri, Yusuf Manggabarani, hanya mengundang para Kepala Desa saja, tapi tidak bersama masyarakat. Pernyatan bahwa, masyarakat cukup diwakili dengan Kepala Desa-nya masing-masing, ini menunjukkan adanya upaya pembungkaman secara halus dari pihak Pemprov dan Pemkab. Pada dasarnya masyarakat menghormati dan menghargai terhadap para Kepala Desa-nya, namun, masyarakat berharap akan lebih baik, kalau masyarakat diikut-libatkan dalam pertemuan tersebut. Dan, dalam pertemuan dengan Wakapolri, tidak terjadi dialog. Begitupun dalam pertemuan tertutup yang dilakukan di ruang Pola kantor Bupati, bahkan Kepala Desa tak diizinkan masuk. Perwakilan dari Aliansi hanya 3 orang yang juga tidak membuka ruang dialog. Pertemuan ini sangat mengecewakan karena tidak ada hasil yang bisa menyelesaikan konflik.

Pada pertemuan hari Rabu, tanggal 5 Mei 2010, pukul 15.00 hingga selesai, yang difasilitasi oleh Pemprov dan Pemkab, hanya berlangsung sekitar 25 menit saja. Pertemuan tersebut terdiri dari dari unsur-unsur Muspida. Dalam pertemuan itu, rombongan Pemprov yang dipimpin langsung oleh Gubernur Syahrul Yasin Limpo. Juga tampak hadir Ketua DPRD Provinsi, HM Roem. Dijajaran Pemkab sendiri, diwakili langsung oleh Bupati Kab Wajo, Andi Burhanuddin Unru, DPRD Wajo Junaidi (wakil ketua DPRD Wajo). Dalam pertemuan itu, sekali lagi tampak tidak menghasilkan apa-apa. Pidato Syahrul Yasin Limpo, lebih mengeksplorasi keberhasilan-keberhasilan selama ini akan prestasi yang dicapainya. Sementara ruang untuk membahas permasalahan yang sesungguhnya, tidak begitu ter-respon. Dan, pertemuan itu, sesi dialog tidak terjadi. Di sisi lain, unsur masyarakat sekali lagi tidak dilibatkan.

Pada perkembangan selanjutnya, tindak lanjut pertemuan untuk penyelesaian konflik, yang sedianya untuk mempertemukan pihak yang terkait, seperti, BP-MIGAS, Depkeu, pihak PT. EEES, Pemprov, Pemkab dan masyarakat, juga mahasiswa dan ornop pemdamping. Akan melakukan pertemuan dalam rangka upaya penyelesaian konflik. Sedianya akan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 6 Mei 2010 di Sengkang, Tapi, pelaksanaannya terundur dan tempat pelaksanaannya-pun dipindahkan di Jakarta.