Pages

Rabu, 30 Januari 2013

DPRD Kota Makassar harus mengutamakan keselamatan masyarakat di tengah risiko bencana ekologis di Kota Makassar

 PRESS RELEASE
DPRD Kota Makassar harus mengutamakan keselamatan masyarakat di tengah risiko bencana ekologis di Kota Makassar
(Sikap terhadap polemik keputusan DPRD Kota Makassar atas rencana anggaran penambahan RTH Kota Makassar dalam APBD 2013)

Krisis RTH Kota Makassar
Kota Makassar adalah salah satu daerah dengan tingkat risiko bencana yang Tinggi (Peta Indeks Risiko Bencana Banjir, BNPB). Ketersediaan daerah resapan (catchment area) yang tidak memadai, buruknya sistem pengelolaan sampah dan drainase merupakan faktor dominan penyebab banjir (bencana ekologis) yang pada dasarnya bersumber dari penataan ruang kota Makassar yang semakin buruk. Kondisi ini meletakkan tuntutan untuk penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai kebutuhan mutlak dipenuhi di Kota Makassar.  Dengan kata lain, salah satu instrumen kunci untuk pengurangan risiko bencana di kota Makassar adalah  ketersediaan RTH yang memadai. Di musim kemarau, kawasan ini akan memberikan kesejukan dan penghisap racun polutan kota diberbagai tempat. Di musim penghujan, kawasan ini akan menyerap dan membantu pengendalian sirkulasi air dalam kuantitas yang cukup besar sehingga dapat menghambat banjir.  Jelas, bahwa tuntutan ini bukan tanpa dasar dan analisis dangkal semata. Selain merupakan tuntutan lingkungan, RTH telah menjadi amanah konstitusional (PERDA Kota Makassar No.6 Tahun  2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015).  
RTH merupakan kawasan pengaman, peneduh, penyangga dan atau keindahan lingkungan, sekaligus sebagai fasilitas umum (Perda No.6 th.2006 tentang RTRW Kota Makassar, Paragraf 3, Pasal 15, ayat 2). RTH di Makassar yang tidak mencapai 10% dari luas wilayah kota merupakan kenyataan krisis RTH di Kota Makassar.  Target realisasi minimal 30% RTH seperti yang digembar-gemborkan pemerintah selama ini nampaknya hanya isapan jempol semata. Target inipun sebenarnya tidak berdiri dalam rancangan visi yang jelas. Mengingat bahwasanya RTH yang dimaksud dalam RTRW Kota Makassar dihitung dalam persentase konkrit berdasarkan luas wilayah dalam 13 kawasan terpadu di kota Makassar. Pusat kota (5%), kawasan pemukiman terpadu (7%), kawasan pelabuhan terpadu (7%), kawasan bandara terpadu (15%), kawasan maritim terpadu (10%), kawasan industry terpadu (7%), kawasan pergudangan terpadu (5%), kawasan pendidikan tinggi terpadu (7%), kawasan penelitian terpadu (55%), kawasan budaya terpadu (15%), kawasan olahraga terpadu (18%), kawasan bisnis dan pariwisata terpadu (10%), dan kawasan bisnis global terpadu (12%) (Perda No.6 th.2006 tentang RTRW Kota Makassar, Paragraf 3, Pasal 15, poin 3).   
Derita banjir di Makassar awal 2013 bukanlah karena luapan sungai Jeneberang dan sungai Tallo. Tetapi, ketidaktersediaan (RTH dan sistem drainase yang baik) pengendali sirkulasi air dalam kota. Kenyataan pahit ini akan terus berulang jika tidak ada ketegasan dan komitmen kuat mengatasi krisis RTH di Kota Makassar.

Keputusan DPRD Kota Makassar dan ancaman keselamatan masyarakat Makassar 
Terlepas dari polemik keputusan DPRD Kota Makassar yang menghapus/mengalihkan anggaran untuk penambahan RTH Kota Makassar dalam APBD 2013 yang telah diusulkan BLHD Kota Makassar sebesar 6 milliar rupiah dengan alas an ketidaktepatan peruntukan anggaran. Patut disadari bahwa penambahan RTH di Kota Makassar merupakan kebutuhan yang sangat penting dan mendesak, mengingat krisis RTH Makassar seperti yang telah dipaparkan di atas. Keputusan DPRD Kota Makassar harus menggambarkan komitmen dan kebijakan politik yang kuat dan tegas untuk menciptakan ruang yang lebih baik (RTH) dan menjamin keselamatan masyarakat di kota Makassar. Keputusan yang keliru akan menjadi alasan tidak adanya penambahan RTH baru di Makassar dan membuat kota semakin rentan dengan bencana ekologis. Padahal, telah dipahami bahwa penambahan RTH dapat menjadi salah satu instrumen pendukung untuk memperbaiki daya dukung lingkungan di Kota Makassar.
PERDA RTRW Kota Makassar yang baru belum dibahas dan ditetapkan, belum tersedianya dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kota Makassar (amanah UU. No. 32 Th. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup), dan ketidaktepatan keputusan yang berkaitan dengan penambahan RTH akan menambah deretan catatan buruk kebijakan sektor lingkungan di Kota Makassar. Kondisi ini akan membuat semakin sulit menilai pola pemanfaatan ruang dan daya dukung lingkungan di tengah semakin pesatnya pembangunan Kota Makassar. Wajar nantinya jika pemandangan di kota Makassar akan semakin sesak dengan formasi beton. Penderitaan dan kerugian akibat bencana ekologis harus dijadikan pelajaran besar bagi seluruh pemangku kebijakan di kota ini agar sadar dan menjadikan sektor lingkungan sebagai sektor utama dalam penentuan kebijakan. Disadari atau tidak, ketidakberesan pengelolaan lingkungan hidup kota Makassar telah mempertaruhkan keselamatan masyarakat Makassar dengan tingginya ancaman bencana ekologis akibat ekspansi pembangunan tanpa kendali.
Menyikapi polemik tersebut di atas, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menyatakan sikap:
1.      Mendesak DPRD Kota Makassar segera membuat keputusan yang menunjukkan komitmen yang kuat dan tegas berkaitan dengan penambahan RTH Kota di tahun 2013.
2.      Mendesak DPRD, Pemerintah dan BLHD Kota Makassar segera merealisasikan penambahan RTH Kota Makassar sesuai dengan aturan yang berlaku.
3.      Menuntut kepada DPRD dan Pemerintah Kota Makassar senantiasa menjadikan keselamatan masyarakat dan keberlanjutan ekologis kota Makassar sebagai faktor dan pertimbangan utama dalam penetapan seluruh kebijakan pembangunan.
4.      Mendesak DPRD Kota Makassar segera membahas dan menetapkan Perda RTRW Kota Makassar yang terbaru dan Kebijakan sektor lingkungan lainnya dan melibatkan seluruh stakeholder dalam proses pembahasan dan penetapannya.
Kami juga menyerukan kepada seluruh masyarakat kota Makassar untuk senantiasa lebih kritis dan menggunakan haknya untuk menyatakan sikap, pikiran dan pandangannya dalam menyikapi seluruh kebijakan/keputusan yang dibuat oleh Pemerintah dan DPRD Kota Makassar.

Pulihkan Makassar, Utamakan Keselamatan Rakyat
-WALHI EKSEKUTIF DAERAH SULAWESI SELATAN-

Rabu, 08 Agustus 2012

Penolakan Pembangunan SUTET Palopo


 
WALHI Sulawesi Selatan – LBH Makassar – Jurnal Celebes – Kontras Sulawesi
SIARAN PERS BERSAMA

Tentang

Peristiwa Penangkapan 8 Warga Kelurahan Patte’ne, Kec.Wara Barat, Kota Palopo, Pada Saat Aksi Unjuk Rasa Penolakan Pembangunan SUTET


Pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang dilakukan oleh PT.POSO Energy di Kota Palopo, Prop.Sulawesi Selatan, telah memunculkan protes warga di Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo. Selain karena tidak adanya sosialisasi, Protes warga dilakukan karena ke khawatiran atas dampak negatif yang diakibatkan oleh radiasi listrik tegangan tinggi yang melalui pemukiman warga di Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo.

Upaya Perjuangan Warga Menolak Pembangunan Tower SUTET
Upaya protes oleh ±30 Kepala Keluarga yang bermukin di Kel.Patte’ne, dilakukan dengan aksi demonstrasi ke DPRD Kota Palopo, dan meminta kepada DPRD Kota Palopo untuk menggelar pertemuan yang melibatkan seluruh unsur Muspida Kota Palopo bersama warga, untuk membicarakan jalan keluar dari tuntutan warga yang menolak pembangunan Sutet. Dari pertemuan tersebut juga terungkap, bahwa apa yang di khawatirkan oleh warga soal radiasi SUTET memang terbukti bisa membahayakan warga yang tinggal disekitar Tower dan di lewati oleh Jaringan SUTET. Indikatornya dapat dilihat dari proses pertemuan yang berlangsung, yang dimana pertemuan tersebut mengajukan 3 Resolusi yang kemudian di tawarkan ke warga, yaitu pertama Relokasi Warga, Pemindahan Lokasi Pembangunan Tower dan Jaringan SUTET, dan ketiga Pembumian Radiasi. Kemudian seluruh pihak juga menyepakati bahwa pembangunan SUTET harus dihentikan sebelum ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPRD Kota Palopo, yang akan melakukan investigasi ke lokasi.
Tetapi kemudian, sebelum keluarnya rekomendasi dan tanpa pemberitahuan ke warga, pembangunan Tower SUTET tersebut terus dilanjutkan, dan petugas yang mengerjakan pembangunan membohongi warga dengan mengatakan pembangunan tower yang dikerjakan adalah tower telkomsel.
Karena merasa kecolongan atas pembangunan SUTET tersebut, maka pada tanggal 28 Mei 2012 warga Kel.Patte’ne kembali melakukan aksi dengan mendatangi DPRD Kota Palopo, dan kembali meminta di pertemukan dengan seluruh unsur Muspida, serta meminta klarifikasi tim investigasi dari Komisi II terkait hasil investigasi yang telah dilakukan oleh DPRD Kota Palopo, dan kaitannya dengan dilanjutkannya pembangunan SUTET di wilayah pemukiman warga. Pada saat itu pihak DPRD tidak menanggapi permintaan dan tuntutan warga. Pada tanggal 15 Juni 2012 sekali lagi warga mendatangi DPRD Kota Palopo dengan melakukan aksi, tapi pada hari itu juga warga tidak mendapatakan hasil yang memuaskan, karena pihak DPRD Kota Palopo, mengatakan bahwa pembangunan SUTET layak untuk dilanjutkan. tetapi warga kemudian tidak dapat menerima, dan menyatakan sikap untk melakukan aksi langsung ke lokasi pembangunan SUTET.

Peristiwa Penangkapan Warga Pada Aksi Demostrasi Pada Tanggal 18 Juni 2012
Pada hari Senin, 18 Juni 2012, sekali lagi warga Kel.Patte’ne mendatangi DPRD Kota Palopo, meminta DPRD dan Pemkot untuk melakukan tindakan tegas terhadap aktivitas pembangunan SUTET yang masih terus berlangsung, karena aksi ini tidak mendapat perhatian yang baik dari pihak DPRD Kota Palopo, maka warga yang berjumlah sekitar ±100 orang yang merasa kecewa kemudian bersepakat untuk melakukan aksi langsung di lokasi pembangunan SUTET. Pada saat aksi di lokasi, peserta aksi yang sebagian besar adalah perempuan melakukan upaya penghentian aktivitas pekerjaan perusahaan di lokasi. Aksi oleh warga di lokasi pembangunan tower sutet dengan melakukan tindakan penurunan kabel yang belum terpasang di tower terasebut, di sisi lain kaum perempuan yang terlibat aksi melakukan blokade/penutupan jalan masuk menuju lokasi pembangunan sutet. Aparat kepolisian yang tiba di lokasi tidak dapat mencegah aksi pelepasan tali katrol pengangkut material yang dilakukan oleh massa aksi karena terhalang oleh blokade jalan yang dilakukan oleh kaum perempuan.   

Pada saat aksi berlangsung sekitar pukul 17.00 Wita, 3 orang warga (Robert Rante, Y Seru, Suc ipto) yang bergantian melakukan orasi tiba-tiba ditangkap secara paksa oleh aparat kepolisian, tindakan penangkapan tersebut juga disertai kekerasan pemukulan terhadap warga yang tertangkap. Ketiga orang warga yang tertangkap kemudian dibawa ke kantor Polres Palopo untuk dilakukan pemeriksaan, berselang sejam kemudian 4 orang warga (Darius Rombe, Agustinus, Yohan Bannang, Yance Markus) kembali ditangkap dengan alasan yang tidak jelas, dan beberapa saat kemudian Korlap Aksi (Reimundus) juga ikut ditangkap. Kesemua warga yang ditangkap sekarang berada di tahanan POLRES Palopo.

Dari keseluruhan uraian fakta tersebut di atas, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
1.      Bahwa pembangunan Tower SUTET tidak didahului dengan sosialisasi ke warga Kelurahan Patte’ne dan tidak didukung oleh dokumen-dokumen mengenai analisis dampak yang bisa merugikan warga masyarakat.
2.      Pemberian izin pembangunan SUTET di wilayah Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat Kota Palopo adalah tidak sah, karena melanggar prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yakni tidak berdasarkan azas partisipatif atau persetujuan warga setempat;
3.      Pembangunan Tower Sutet tidak dapat dilanjutkan karena didasari atas izin yang melanggar azas partipatif atau persetujuan warga setempat; selain itu juga melanggar prinsi-prinsip HAM dan Demokrasi.
4.      Aksi protes dan Penolakan pembangunan SUTET yang dilakukan oleh warga setempat adalah Hak Asasi yang dijamin dalam Peraturan perundang-undangan sehingga wajib dilindungi, bukan ditangkap dan dikriminalisasi;
5.      Tindakan aparat Polres Palopo yang telah menangkap 8 orang warga Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat Kota Palopo yang melakukan aksi protes adalah pelanggaran HAM;

Berdasarkan uraian kesimpulan tersebut di atas, maka kami dengan tegas menyampaikan sikap sebagai berikut :
1.      Mendesak kepada pemerintah Kota Palopo untuk segera mencabut izin pembangunan SUTET di wilayah Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat Kota Palopo;
2.      Mendesak PT.POSO Energy untuk segera menghentikan pembangunan SUTET tersebut;
3.      Mendesak Kapolres Palopo untuk segera membebaskan 8 orang warga Kelurahan Patte’ne, Kecamatan Wara Barat Kota Palopo yang telah ditangkap tersebut;

Demikian Siaran Pers ini. Atas perhatian dan kerjasama semua pihak, diucapkan banyak terima kasih.



Selasa, 07 Agustus 2012

Untuk Polongbangkeng

Seruan: Kecaman Terhadap Surat Bupati Takalar yang Menyerukan Tindakan Tegas Terhadap Perjuangan kaum Tani Polongbangkeng
Upaya perjuangan kaum tani Polongbbangkeng yang tergabung dalam Serikat Tani Polongbangkeng (STP) Takalar, dalam memperjuangkan pengembalian hak atas tanahnya di Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan, kembali mendapat reaksi yang keras dari pemegang kuasa pemerintahan Kab.Takalar, yakni Ibrahim Rewa Selaku Bupati Takalar. Dalam menyikapi konflik agraria yang terjadi antara warga Polongbangkeng dan PTPN.XIV PG.Takalar, Bupati Takalar pada tanggal 27 Juli 2012, mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Kapolres Takalar, Nomor: 300/2086/Kantib, dengan perihal Laporan Situasi yang Terjadi di PG.Takalar. yang mana dalam surat tersebut memuat beberapa point yang merugikan dan mengancam upaya perjuang warga Polongbangkeng dalam memperoleh kembali hak ata tanahnya. Dalam surat Bupati Takalar tersebut menerangkan bahwa tindakan dan pergerakan massa dilokasi lahan pabrik gula takalar telah menduduki dan menguasai kembali asset Negara, yang berupa tanah seluas 341 Ha dan semakin hari terus bertambah. Untuk itu Bupati Takalar meminta kepada Kapolres Takalar kiranya dapat mengambil tindakan tegas sesuai hokum yang berlaku. (Lebih Jelasnya Lihat Surat Terlampir)    
Surat Bupati Takalar yang meminta Kapolres Takalar untuk melakukan tindakan tegas terhadap Perjuangan kaum Tani Polongbangkeng adalah sebuah tindakan yang tidak patut dilakukan oleh seorang Kepala Pemerintahan dan membuka ruang terjadinya kekerasan dalam penyelesaian konflik antara PTPN XIV Pabrik Gula Takalar dengan Warga polongbangkeng. Beberapa kekeliruan dalam surat tersebut adalah :
Ø  Dasar penyampaian surat Bupati takalar ke Kapolres Takalar, informasinya tidak berimbang karena hanya berdasar pada laporan dari PTPN, tidak berdasar pada hasil penyelidikan dan mengenyampingkan informasi dan situasi objektif yang dialami warga polongbangkeng
Ø  Permintaan Bupati ke Kapolres terkait tindakan tegas terhadap warga polongbangkeng, tidak sepatutnya dikeluarkan oleh bupati karena tidak berdasar pada prinsip-prinsip HAM dan Demokrasi. Seharusnya Bupati Takalar mengedepankan upaya dialogis yang persuasive dengan cara-cara mediasi dan negosiasi dalam penyelesaian konflik.
Ø  Permintaan tindakan tegas terhadap warga sangat memungkinkan berdampak pada terjadinya tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap warga polongbangkeng, dalam hal ini, Bupati Takalar harus berkaca pada banyaknya peristiwa kekerasan yang mengakibatkan terjadinya korban jiwa, yang terjadi dalam penyelesaian konflik Agraria di Indonesia (1 tahun terakhir).
Untuk itu kami menyerukan kepada seluruh kawan-kawan, untuk dapat mengirimkan surat kecaman ke Bupati Takalar, yang didasarkan pada kecaman atas surat Bupati Takalar

Selasa, 11 Mei 2010

Masyarakat Gilireng melawan Pt. Energy Equity Epic Sengkang



Perjuangan Rakyat Gilireng bukan pertama kalinya. mereka memiliki sejarah perlawanan yang panjang melawan ketidakadilan. Dalam sejarah Gilireng tidak pernah tercatat, namun Gilireng adalah salah satu daerah yang tidak pernah bisa ditembus oleh penjajah termasuk penjajahan Belanda dan Jepang. Rakyat Gilireng memiliki persatuan yang kuat untuk melawan setiap ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa.
Keberadaan PT EEES bagi masyarakat tidak memberikan sumbangsih bagi kesejahteraan rakyat Gilireng. PT EEES tidak menjadi tamu yang baik bagi Gilireng, perusahaan sangat tertutup bagi orang luar dan tidak memenuhi tanggung jawab sosial dan tanggung jawab terhadap berkeberlangsungan lingkungan hidup.Dampak terhadap keberlangsungan ekosistem terjadi sejak pertama kali keberadaan PT EEES di Gilireng. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya merusak lingkungan sekitar EEES tapi berdampak pada keberlangsungan hidup rakyat gilireng. Rakyat Gilireng hingga saat ini mengalami kesulitan mengakses air bersih, sumur penduduk hanya terisi air di musim hujan. Sedangkan selebihnya penduduk harus membeli air di kecamatan lain. Kurangnya air tanah dan sungai mempengaruhi produktifitas pertanian. Sawah di kecamatan Gilireng adalah sawah tadah hujan yang bergantung pada musim dan air sungai. Namun 5 tahun terakhir produktifitas pertanian mengalami penurunan drastis. Sawah penduduk yang biasanya menghasilkan panen 2 kali setahun, dua tahun terakhir sebagian besar tak bisa digarap lagi. Hal ini berpengaruh pada tingkat kemiskin penduduk dan rentangnya warga terhadap berbagai penyakit.

PT EEES juga diindikasi tidak melakukan pengolahan limbah sesuai standar yang berlaku. Limbah gas mempengaruhi kualitas udara bersih. Pada musim hujan dan dini hari bau gas methana sangat menyengat penduduk. Penduduk di Desa Poleonro, desa Abbatireng, Desa Alausalo dan Desa Mamminasae, serta Kelurahan Gilireng mengaku sangat terganggu dengan bau gas yang di hasilkan perusahaan. Limbah cair perusahaan dialirkan ke sungai Jembatan Merah yang menjadi saksi sejarah perjuangan rakyat gilireng. Pada musim kemarau air sungai tersebut menjadi hitam dan berbau.

..........
Tahun 2005 terbentuk aliansi GAWAT (Gerakan Wajo Menggugat) yang terdiri lebih dari 26 organisasi kemahasiswaan, NGO dan rakyat Gilireng sendiri. Tuntutan mereka meminta DBH yang tidak pernah dibayarkan pemerintah sejak berdirinya perusahaan tersebut.
9 April 2010 ALMAMATER melakukan aksi di Fly Over menuntut transparansi tata kelola, pengrusakan ekosistem dan ekologi.
15 april 2010 aksi di DPRD Provinsi dan bertemu dengan 3 anggota Dewan dari fraksi Golkar, PKS dan .... dialog tersebut menghasilkan kesepakatan jika DPRD Provinsi sepakat untuk memediasi pertemuan antara Aliansi dengan BP Migas, Depkeu, Kementerian ESDM dan PT EEES. Anggota DPRD juga menyatakan mendukung perjuangan rakyat Gilireng dalam menuntut haknya. Selain di DPRD massa aksi juga bergerak ke kantor PT EEES di Graha Pena, sayangnya kantor tersebut belum berfungsi maksimal. Massa aksi hanya disambut oleh petugas keamanan Graha Pena.
26 april 2010 rakyat melakukan aksi di PT EEES menuntut enam poin transparansi dana bagi hasil, pembayaran dana bagi hasil sejak tahun 1995-2010, pembayaran CSR, penghentian pencemaran lingkungan, penerimaan tenaga kerja 50% dari masyarakat lokal, dan listrik gratis untuk rakyat gilireng. aksi yang diikuti oleh lebih dari 300 warga. Setelah melakukan negosiasi PT EEES akhirnya bersedia menemui pengunjuk rasa dengan mediasi Wakapolres. Dalam pertemuan tersebut PT EEES yang diwakili oleh Bambang SP menyepakati empat tuntutan. Sedangkan poin 1 dan 2 akan dibahas dalam pertemuan yang akan diadakan pada tanggal 29 april 2010. dalam dialog tersebut muncul segala kebohongan yang
29 april 2010 warga kembali mendatangi PT EEES untuk menuntut pertemuan yang dijanjikan oleh Bambang SP. Warga yang tergabung bertambah karena adanya simpati dari warga kecamatan lain yakni dari kecamatan tanasitolo, maniangpajo, sajoanging dan Kec.Keera. namun pada aksi ini pihak kepolisian tidak lagi mengizinkan massa untuk masuk ke halaman parkir PT EEES dan mengatakan jika Pihak PT EEES tidak ada di kantornya. Larangan ini memicu amarah massa. Sehingga mereka memaksa masuk ke halaman PT EEES. Massa akhirnya masuk ke dalam hingga melewati gerbang ke 2 menuju kantor PT EEES. Bambang tidak bersedia menemui massa karena tidak dapat memenuhi janjinya mempertemukan massa dengan pihak terkait lainnya. Ia kemudian melarikan diri lewat sawah menuju Polres Wajo. Anggota DPRD kab.Wajo yang kebetulan berada di Gilireng kemudian mendatangi PT EEES bersama Asistan I Bupati memediasi komunikasi dengan Presiden PT EEES Andi Riyanto. Perwakilan Aliansi memberi batas waktu hingga tanggal 1 mei 2010 dan melakukan pendudukan di PT EEES.
Massa aksi tak bisa berdiam lama di halaman kantor karena bau gas methana yang dihasilkan sangat menyengat dan membuat beberapa massa aksi mual-mual dan sesak napas. Massa aksi kemudian mendirikan tenda di halaman parkir. Polisi dan brimob dari polres Wajo, Polwil Bone, Polwil Pare dan Polda Sulsel terus berdatangan hingga mencapai 500an personil.
30 april 2010 massa masih menduduki PT EEES, di tempat terpisah di kantor Bupati Wajo PT EEES, dengan Depkeu dan BP MIGas serta aparat pemerintahan melakukan pertemuan tanpa melibatkan rakyat.
01 mei 2010 PT EEES menghentikan produksi dan karyawan meninggalkan PT EEES. Deadline yang diberikan kepada PT EEES tidak dipenuhi. Mereka kembali mangkir dari janjinya untuk bertemu dengan rakyat. Massa aksi akhirnya dibubarkan setelah kedatangan Bupati Wajo bersama Wakil ketua DPRD Wajo. Bupati berjanji akan memediasi pertemuan pada tanggal 6 mei 2010 di Kantor Bupati Wajo. Massa aksi sangat kecewa dengan sikap PT EEES yang ingkar janji.
04 mei 2010 Wakapolri berkunjung ke Wajo untuk bertemu dengan pihak PT EEES, dengan aparat terkait. Pada pertemuan dengan Wakapolri, Yusuf Manggabarani, hanya mengundang para Kepala Desa saja, tapi tidak bersama masyarakat. Pernyatan bahwa, masyarakat cukup diwakili dengan Kepala Desa-nya masing-masing, ini menunjukkan adanya upaya pembungkaman secara halus dari pihak Pemprov dan Pemkab. Pada dasarnya masyarakat menghormati dan menghargai terhadap para Kepala Desa-nya, namun, masyarakat berharap akan lebih baik, kalau masyarakat diikut-libatkan dalam pertemuan tersebut. Dan, dalam pertemuan dengan Wakapolri, tidak terjadi dialog. Begitupun dalam pertemuan tertutup yang dilakukan di ruang Pola kantor Bupati, bahkan Kepala Desa tak diizinkan masuk. Perwakilan dari Aliansi hanya 3 orang yang juga tidak membuka ruang dialog. Pertemuan ini sangat mengecewakan karena tidak ada hasil yang bisa menyelesaikan konflik.

Pada pertemuan hari Rabu, tanggal 5 Mei 2010, pukul 15.00 hingga selesai, yang difasilitasi oleh Pemprov dan Pemkab, hanya berlangsung sekitar 25 menit saja. Pertemuan tersebut terdiri dari dari unsur-unsur Muspida. Dalam pertemuan itu, rombongan Pemprov yang dipimpin langsung oleh Gubernur Syahrul Yasin Limpo. Juga tampak hadir Ketua DPRD Provinsi, HM Roem. Dijajaran Pemkab sendiri, diwakili langsung oleh Bupati Kab Wajo, Andi Burhanuddin Unru, DPRD Wajo Junaidi (wakil ketua DPRD Wajo). Dalam pertemuan itu, sekali lagi tampak tidak menghasilkan apa-apa. Pidato Syahrul Yasin Limpo, lebih mengeksplorasi keberhasilan-keberhasilan selama ini akan prestasi yang dicapainya. Sementara ruang untuk membahas permasalahan yang sesungguhnya, tidak begitu ter-respon. Dan, pertemuan itu, sesi dialog tidak terjadi. Di sisi lain, unsur masyarakat sekali lagi tidak dilibatkan.

Pada perkembangan selanjutnya, tindak lanjut pertemuan untuk penyelesaian konflik, yang sedianya untuk mempertemukan pihak yang terkait, seperti, BP-MIGAS, Depkeu, pihak PT. EEES, Pemprov, Pemkab dan masyarakat, juga mahasiswa dan ornop pemdamping. Akan melakukan pertemuan dalam rangka upaya penyelesaian konflik. Sedianya akan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 6 Mei 2010 di Sengkang, Tapi, pelaksanaannya terundur dan tempat pelaksanaannya-pun dipindahkan di Jakarta.

Makassar Kekurangan 5.000 Hektar Ruang Terbuka Hijau


Kabar tentang degradasi lingkungan Kota Jakarta seperti yang dimuat Kompas 12 Juni 2007 yang berjudul ‘Intrusi Air Laut di Jakarta Terus Berlanjut’ dan Tempo 1 Maret 2009 ‘Krisis Air Tanah Jakarta Berbahaya’ memberikan pelajaran kepada warga kota –tidak hanya Kota Jakarta tetapi kita semua- akan bahaya yang ditimbulkan jika tidak mempedulikan persoalan lingkungan dan membiarkan degradasi kondosi ekologi kota terus berlanjut. Makassar yang mulai tumbuh menjadi kota megapolitan, juga mengalami kemunduran dalam hal kondisi ekologinya. “Jika pemerintah tidak melakukan pembenahan lingkungan seperti pertambahan RTH juga daerah resapan air, ditambah pengaruh iklim global yang mulai tidak seimbang, akan terjadi bencana ekologis seperti banjir besar dan berkurangnya ketersediaan air bersih untuk warga kota menjadi ancaman nyata”, papar Zulkarnain Yusuf, Direktur Walhi Sulsel.


Sebagai seorang yang melek hukum, Zulkarnain Yusuf tidak segan-segan mengutip berbagai peraturan-perundangan yang terkait dengan masalah lingkungan untuk dibenturkan dengan kenyataan asli di lapangan. Ditemui di Kantor Wahana Lingkungan Hidup Sulsel di bilangan Hertasning, Makassar, pria berambut ikal ini dengan lugas memaparkan berbagai permasalahan lingkungan yang ada di Kota Makassar kepada wartawan VERSI Fakhri Samadi. Berikut petikan wawancara selengkapnya.

Bagaimana Anda melihat kondisi lingkungan Kota Makassar beberapa tahun belakangan ini?
Kondisinya jelas, yang pertama setiap tahun Kota Makassar selalu menjadi langganan banjir. Kedua jaminan akan udara bersih tak bisa dijamin 100% lagi karena begitu banyak polusi kendaraan bermotor dan beberapa industri yang berada di Kota Makassar seperti PT. Barawaja dan Sermani. Jika pemerintah kota ingin melihat Kota Makassar lebih berkeadilan terhadap lingkungan hidup dan masyarakatnya, sederhana saja menurut teman-teman di Walhi, yang pertama pemerintah harus menjalankan dengan tegas amanah undang-undang, yang pertama UU Tata Ruang yang memandatkan 30% Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari total luas Kota Makassar. Yang kedua terkait soal AMDAL yang betul-betul ditegakkan dan tidak hanya menjadi syarat formal semata, paling tidak ada tindakan tegas ketika para pengusaha industri melakukan pelannggaran.

Jika pemerintah tidak melakukan pembenahan lingkungan seperti pertambahan RTH juga daerah resapan air, ditambah pengaruh iklim global yang mulai tidak seimbang, akan terjadi bencana ekologis seperti banjir besar dan berkurangnya ketersediaan air bersih untuk warga kota menjadi ancaman nyata


Apakah kebijakan pembangunan Kota Makassar yang ingin tumbuh menjadi kota dunia modern telah selaras dengan kelestarian ekologi kota yang sehat?
Menurut saya ini tidak selaras karena pertama, konversi wilayah resapan air banyak terjadi untuk membangun perumahan dan ruko-ruko. Kedua pemenuhan RTH yang masih sangat jauh dari amanah Undang-Undang yang harus 30% dari total luas kota. Yang terakhir yaitu pemerintah tidak pernah mengumumkan kepada publik luas mengenai wilayah mana saja yang termasuk RTH di Kota Makassar, jadi ketika ada alih fungsi di situ maka akan memunculkan resistensi dari publik.

Mengenai Ruang Terbuka Hijau, untuk kondisinya sekarang, berapa besar yang Kota Makassar butuhkan?
Kota Makassar membutuhkan sedikitnya 5 ribu hektar Ruang Terbuka Hijau dari total luas kota sebesar 175 km2 atau 30% dari total luas kota, sesuai dengan amanah UU No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang Kota. Jika dilihat kondisi sekarang ruang terbuka hijau tidak cukup sampai 10%, sangat kurang jika mengacu pada aturan hukum yang berlaku. Hal ini kian diperparah oleh alih fungsi beberapa RTH seperti Lapangan Karebosi yang telah direnovasi dan dibangun pusat perbelanjaan di dalamnya sehingga mengurangi daya resap air ke dalam tanah secara signifikan. Karebosi juga berperan vital untuk menetralisir intrusi air laut mengingat posisinya yang hanya beberapa ratus meter dari bibir pantai kota Makassar.

Setiap kali musim hujan tiba, beberapa titik di kota Makassar sering mengalami musibah banjir, menurut Anda mengapa hal ini bisa terjadi?
Hal ini disebabkan karena daerah resapan air yang makin berkurang dan sistem drainase yang tidak tertata rapi, seperti mampetnya dan kurangnya got, serta menumpuknya sampah terutama wilayah kecamatan yang ada di pesisir kota. Dalam hal ini lalulintas air yang menuju ke laut menjadi tersumbat oleh sampah, hal ini tidak hanya mengakibatkan banjir, tetapi juga menimbulkan dampak buruk seperti berbagai jenis penyakit dan polusi udara berupa bau tak sedap.

Rawa gambut yang berfungsi sebagai wilayah resapan air di kota ini telah banyak di konversi menjadi pemukiman dan berbagai peruntukan lainnya, apakah ini sudah telah layak atau selaras dengan pelestarian kondisi ekologi kota?
Seperti yang sudah saya ungkapkan tadi, tidak ada identifikasi dan ketetapan yang jelas dari pemerintah kota tentang RTH dalam hal ini daerah resapan air sehingga penegakan aturan hukum menjadi sangat lemah. Perlu juga kiranya pemerintah kota mengeluarkan aturan atau regulasi yang jelas, sehingga terjadi jika konversi sepihak maka ada aturan hukum yang mampu menjerat pelakunya.

Selain menyerap air, rawa gambut juga berfungsi menyerap panas ketika musim kering tiba guna menjaga suhu udara agar tetap nyaman, apakah suhu udara kota Makassar yang makin terasa panas berkaitan dengan makin berkurang lahan rawa gambut di kota ini?
Iya berkaitan erat, selain itu hal ini juga disebabkan oleh berkurangnya RTH seperti taman kota, hutan kota, jalur hijau bahkan kompleks kuburan dapat dikategorikan RTH jika ditata dengan baik.

Hasil penelitian banyak akademisi, mengkategorikan wilayah Pantai Losari dalam keadaan tercemar berat oleh logam berat, menurut Anda mengapa hal ini bisa terjadi? Apa penyebabnya?
Di pesisir Makassar itu banyak terdapat industri seperti di wilayah Somba Opu ada industri pengolahan emas yang memakai air raksa dalam proses produksinya. Proses pembuangan limbahnya pun tidak jelas apakah dibuang ke selokan atau di tempat lain. Selain itu, limbah industri perhotelan di sekitar pantai berupa limbah cair juga tidak jelas bagaimana proses pembuangannya diduga ini menjadi penyebab pencemaran ini. Sebenarnya UU PPLH No. 32 2009 yang mengatur standar baku mutu pembangunan limbah sudah ada tetapi peraturan pemerintahnya belum ada dalam hal ini aturan hukum yang bersifat teknis perlu dibuatkan.

Jika melihat master plan tata ruang Kota Makassar apakah kebijakan ini telah mempertimbangan dampak ekologis bagi perkembangan kota?
Master Plan ini juga cuma sepintas saya lihat dan hanya wilayah pesisir yang sempat saya perhatikan. Untuk wilayah pesisir ada proyek raksasa berupa perluasan pelabuhan yang dilakukam oleh PT. Pelindo dengan melakukan reklamasi pantai seluas 250 hektar. Proyek raksasa ini tentunya akan merubah wajah Kota Makassar ke depannya.

Apa rekomendasi Anda bagi aparat terkait agar Kota Makassar tetap nyaman dan kondisi lingkungannya tetap terjaga?
Yang pertama, pemerintah harus lebih sering melakukan penyadaran kepada publik akan arti pentingnya menjaga keseimbangan dan keberlangsungan lingkungan kota. Kedua, pemkot juga harus melakukan inventarisasi wilayah-wilayah yang termasuk sebagai Ruang Terbuka Hijau melakukan penegakan hukum yang tegas jika ada pelanggaran. Terakhir pemerintah harus mengatur regulasi kendaraan bermotor yang ada di Makassar yang menyumbang polusi udara yang cukup besar. Harus bisa ditekan jumlahnya dan menggiatkan transportasi umum massal yang ramah lingkungan.

Jika melihat kondisi ini, apa penyebab utama semua kerusakan lingkungan di Kota Makassar? Siapa yang patut bertanggung jawab dalam hal ini?
Penyebab utamanya adalah kebjiakan dari pemerintah kota yang kurang memperhatikan kondisi ekologi kota. Dalam menyusun kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kondis perkotaan baiknya pemerintah perlu melakukan kajian strategis dampak lingkungannya, artinya ada kajian bagi sebuah kawasan. Pemerintah juga harus melakukan upaya-upaya penyadaran atau edukasi bagi publik Makassar dalam hal menjaga keseimbangan kondisi ekologis kota.

Apakah mungkin membangun Kota Makassar menjadi kota dunia tanpa merusak lingkungan?
Tergantung perspektifnya dulu, jika parameternya adalah pembangunan mega struktur seperti mengambil acuan dubai harus mengatur secara ketat tentang kajian lingkungan hidup strategis melalui peraturan pemerintah dalam hal pembangunan. Ini sangat perlu untuk kelangsungan lingkungan kota.

Jika keadaan ini terus berlangsung, kondisi seperti apa yang mungkin bisa terjadi pada kota ini? Apakah bencana ekologis adalah ancaman nyata bagi kota ini?
Seiring dengan pertambahan populasi oleh banyaknya kaum urban, otomatis pemerintah harus memberikan ruang-ruang yang lebih dan menatanya agar tetap seimbang dengan alam. Jika pemerintah tidak melakukan pembenahan lingkungan seperti pertambahan RTH juga daerah resapan air, ditambah pengaruh iklim global yang mulai tidak seimbang, akan terjadi bencana ekologis seperti banjir besar dan berkurangnya ketersediaan air bersih untuk warga kota menjadi ancaman nyata. Bencana ekologis ini tentunya akan merangsang terjadinya bencana sosial seperti wabah penyakit dan lain-lain. (V)

[Wawancara majalah versi.com]

Sabtu, 24 April 2010

KAMPANYE HARI BUMI







Kampanye hari Bumi, 22 April 2010-flyover

HARI BUMI 2010



Seruan Hari bumi 2010

BERSATU PULIHKAN INDONESIA

Berjuang Untuk Keselamatan Rakyat & Generasi Yang Akan Datang

Menyelamatkan Kawasan Ekologi Genting Sulsel, Berarti Turut Serta Memulihkan Lingkungan Hidup Indonesia, Sekaligus Mencegah Kehancuran Bumi.

Kenapa kawasan ekologi genting penting untuk di selamatkan..???

Kawasan Ekologi Genting secara karasteristik memiliki keanekaragaman bio-diversity (Tumbuhan & Hewan) yang memiliki fungsi penyanggah kehidupan secara ekologis, ekonomis dan sosio kultular di darat maupun di wilayah pesisir laut, yang terancam keberlangsungan dan fungsinya oleh maraknya kegiatan industry destruktif oleh modal antara lain konversi kawasan untuk perkebunan skala besar, pertambangan, industry kehutanan, penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya untuk pertanian, reklamasi, pertambakan dan konservasi yang melanggar hak-hak rakyat. Pengertian penyanggah kehidupan secara ekologis, ekonomis dan social kultular adalah :

- Secara ekologis merupakan wilayah resapan air,memiliki fungsi hidrologis, penahan erosi, penyedia unsur hara, rumah bagi keragaman hayati , keseimbangan suhu.

- Secara ekonomis menjamin kesedian sumber pangan, air bersih dan energi bagi masyarakat secara berkelanjutan.

- Secara sosio kultular adalah ruang hidup bagi komunitas-komunitas yang berinteraksi dengan basis nilai-nilai kearifan lokal yang mempunyai keterikatan terhadap kawasan tersebut.

Diwilayah manakah Kawasan Ekologi Genting Sulsel Berada

Kawasan Ekologi Genting Sulsel berada di beberapa wilayah dataran tinggi dan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membentang dari arah Selatan kaki Sulawesi sampai ke wilayah Kab.Luwu Utara & Timur Propinsi Sulsel yang berbatasan langsung dengan Propinsi Sulbar, Sulteng dan Sultra. Kawasan-kawasan ekologi genting Sulsel :

- Kawasan pegunungan Karaeng – Lompo dan Daerah Aliran Sungai (DAS)/Sub.DAS Bijawang, Apparang, Jeneberang, Kelara, Maros, Pamukku, Pangkajene, Tangka, Walanae. Yang merupakan kawasan penyangga kehidupan untuk Kota/Kabupaten; Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Bone. Soppeng, Wajo.

- Kawasan pegunungan Lantimojong dan Daerah Aliran Sungai (DAS)/Sub.DAS Saddang, Paremang, yang merupakan kawasan penyangga kehidupan untuk Kota/Kabupaten, Pinrang, Tator, Enrekang, Luwu, Palopo.

- Kawasan Pegunungan Quarles dan Verbeek, serta Daerah Aliran Sungai (DAS)/Sub.DAS Rongkong, Kalaena, Larona dan Mapilli. Yang merupakan penyangga kehidupan untuk Kab. Luwu Utara dan Luwu timur.


Bagaimana Cara Menyelamatkan Kawasan Ekologi Genting Sulsel dan Memulihkan Indonesia?

Tonggak gerakan lingkungan hidup yang menyatukan seluruh elemen bangsa hari ini telah di tancapkan, mari bersama;

- Bersatu kita menyuarakan ke masyarakat luas bahwa kondisi lingkungan hidup kita kini dalam keadaan kritis dan mengancam keselamatan rakyat serta keberlanjutan kehidupan untuk generasi yang akan datang. Ini ditandai dengan terjadinya bencana 10 kali dalam sehari di indonesia (6.632 bencana ekologis dalam kurun waktu 13 tahun terakhir).

- Lakukanlah kampanye menentang segala bentuk penindasan. Dukung dan lakukanlah kampanye dan program-program organisasi yang menentang globalisasi yang berdampak buruk pada kehidupan rakyat. Jantung persoalan lingkungan hidup adalah penindasan pada hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya warga negara.

- Ubahlah gaya hidup Anda. Lakukan cara-cara hidup yang bersahabat dengan orang-orang tertindas dan lingkungan hidup seperti bersepeda, hemat energi, menggunakan barang daur ulang, tidak memakai tissu, tidak memakai kantong plastik dan lain-lain.

- Gunakan kekuatan Anda sebagai konsumen. Pilihlah produk-produk yang bertanggung jawab pada lingkungan hidup. Pakailah produk organik, beli barang-barang yang diperdagangkan secara adil. Hindari produk-produk multinasional. Dukung produk-produk lokal. Belilah produk petani setempat.

- Gunakan kekuatan Anda sebagai buruh. Jangan bekerja pada perusahaan-perusahaan yang ditengarai menghancurkan lingkungan hidup dan tidak menghormati hak-hak buruh. Dorong perusahaan tempat Anda bekerja untuk lebih peduli pada lingkungan hidup dan hak-hak rakyat.

- Lakukan investasi dengan etika. Investasikan uang Anda pada lembaga-lembaga keuangan yang menghormati lingkungan hidup dan hak-hak rakyat. Kembalikan posisi uang menjadi alat tukar yang adil dan fasilitator pertukaran sumberdaya rakyat.

Syarat Utama Pemulihan: Menghentikan Penyebab Kerusakan.

“Makassar Bergerak, Bersatu, Berjuang Demi Keselamatan Rakyat & Generasi yang Akan Datang”

Selamat Hari Bumi 2010