A. Latar Belakang
Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung merupakan salah satu kawasan Taman Nasional yang
terluas di Indonesia, yang ditetapkan melalui Kepmen Kehuatanan RI No.
SK.398/Menhut-II/2004, yang merupakan penggabungan dari beberapa
fungsi-fungsi sebelumnya yakni: Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan
Lindung, Hutan Produksi Tetap dan Hutan
Produksi Terbatas, dengan luas secara keseluruhan ± 43.750 Ha. TN. Babul
ditetapkan dengan didasarkan pada keunikan fenomena alam yang ada dalam
kawasan tersebut, selain itu kawasan tersebut adalah kawasan karst
terluas di Indonesia dan merupakan karst klas I (meskipun sebagian karst
tidak dimasukkan dalam kawasan taman nasional). Oleh karena itu kawasan
karst Maros-Pangkep adalah suatu kawasan yang wajib dilestarikan karena
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam perlindungan sistem tata
air di Sulawesi Selatan karena merupakan sumber mata air yang mengaliri
beberapa DAS penting yang ada di Sulawesi Selatan, misalnya DAS Wallanae
yang merupakan sumber pasokan air utama untuk danau tempe yang
merupakan pemasok utama irigasi untuk pertanian di beberapa kabupaten
yang ada di Sulawesi Selatan. Selain itu banyak satwa endemik yang hidup
di Kawasan Karst Maros-Pangkep yang tidak dijumpai di daerah lain, yang
memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem alam. Berdasarkan
hasil penelitian, dalam kawasan karst Maros-Pangkep juga banyak
ditemukan situs sejarah. Dengan demikian, kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung (Karst Maros-Pangkep) merupakan warisan sejarah
yang memiliki fungsi yang sangat vital dalam keberlanjutan kehidupan
rakyat Sul-Sel.
B. Gambaran Kawasan
Letak Kawasan
Secara
administratif Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terletak di kab.
Maros dan Kab. Pangkep. Dengan letak geografis 11934’17” - 119°55'13"BT
dan 4°42'49" - 5°06'42"LS. Terletak di 10 Kecamatan dan 40
Kelurahan/Desa.
Zonasi Kawasan
Penataan kawasan dibagi ke dalam beberapa zona, yaitu:
1. Zona inti; kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti hanya
kegiatan monitoring, tidak diizinkan melakukan kegiatan yang bersifat
mengubah bentang alam.
2. Zona rimba; dapat dilakukan kegiatan
penelitian, pendidikan, wisata terbatas dan budidaya, kegiatan yang
bersifat mengubah bentang alam dilarang. Pemanfaatan zona ini hanya
diizinkan untuk pemanfaatan yang bersifat tradisional.
3. Zona
pemanfaatan; kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam, serta
penangkaran jenis dapat dilakukan dalam zona ini. Tidak dibolehkan
melakukan kegiatan yang bersifat mengubah bentang alam, pemanfaatan
secara tradisional dibolehkan.
Geologi dan Tanah
Formasi geologi kawasan TN. Babul dikelompokkan menurut jenis batuan, yakni:
1. Formasi Balang Baru. Terdiri dari perselingan serpih dengan batu
pasir, batu lanau dan batu lempung dengan struktur batuan berlapis.
Satuan batuan ini adalah batuan sedimen yang terletak di Kec. Mallawa.
2. Batuan Gunung Api Terpropilitkan. Terdiri dari breksi dan lava yang
bersifat andesitic, trakit dan basal. Batuan ini terdapat di Kec.
Tanralili, Kab. Maros.
3. Formasi Mallawa. Terdiri dari batu pasir
kuarsa, batu lanau, batu lempung dan konglomerat, dengan sisipan atau
lensa batubara. Terdapat di Kec. Watang Mallawa dan Bantimurung.
4.
Formasi Tonasa. Formasi ini terdiri dari batu gamping pejal, bioklastik,
kalkarenit, koral dan kalsirudit bersisik yang mengandung mineral
glauconit dan napal dengan sisipan breksi batu gamping.
5. Formasi
Camba. Formasi terdiri dari perselingan batuan sedimen laut dan batuan
gunung api, yaitu batu pasir tufaan berselingan dengan tufa, batu pasir,
batu lanau dan batu lempung. Dan juga sisipan napal, batu gamping dan
batubara.
6. Batuan Gunung Api Formasi Camba. Batuan ini terdiri
dari breksi, lava dan konglomerat yang terdiri dari pragment andesit dan
basal, matriks dan semen tufa halus hingga pasiran.
7. Batuan
Gunung Api Baturape-Cindako. Terdiri dari lava dan breksi gunung api,
bersisipan tufa dan konglomerat yang banyak mengandung firoksin.
8. Batuan Terobosan. Terdiri dari granodiorit, andesit, diorite, trakit dan basal piroksin.
9. Endapan Aluvium. Terdiri dri endapan aluvium sungai berupa bongkah,
kerakal, kerikil, pasir dan lempung. (Sumber data: RPJP TN. Babul
2008-2027 Kab. Maros dan Pangkep).
Secara umum jenis tanah yang
ditemukan pada kawasan karst Maros-Pangkep adalah tanah yang kaya akan
kalsium dan magnesium, yakni:
1. Tanah jenis Rendolls. Memiliki kandungan bahan organic yang sangat tinggi sehingga berwarna kehitaman.
2. Eutropepts. Jenis tanah ini merupakan turunan dari inceptisol. Jenis tanah ini sangat dangkal dan berwarna terang.
Topografi dan Kelerengan
Bentuk permukaan kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit dan gunung. Puncak
tertinggi terletak pada ketinggian 1.565 m.dpl di sebelah utara
pegunungan Bulusaraung. Puncak gunung Bulusaraung sendiri terletak pada
ketinggian 1.353 m.dpl, dengan ciri topografi relief tinggi, lereng
terjal dan tekstur topografi yang kasar. Ciri daerah perbukitan adalah
bentuk relief dan tekstur topografi halus sampai sedang, bentuk lereng
sedang sampai rendah, bentuk bukit tumpul dan lembah yang sempit sampai
melebar, yang terdiri dari kelompok perbukitan intrusi, sedimen dan
karst. Sedangkan daerah dataran memiliki bentuk permukaan lahan yang
datar sampai sedang dan sedikit bergelombang, relief rendah dan tekstur
topografi halus, yang terletak di antara perbukitan karst yang berbentuk
menara.
Fungsi Hidrologi (Karst)
Kawasan karst
Maros-Pangkep terdiri dari beberapa tipe ekosistem, antara lain
ekosistem hutan di atas batuan karst, dan ekosistem hutan hujan.
Sebagian besar karst berbentuk menara (the spectacular tower karst) yang
memiliki keunikan. Karst Maros-Pangkep mampu menyimpan air selama 3-4
bulan setelah musim hujan, sehingga sungai bawah tanah dan mata air di
kawasan karst mengalir sepanjang tahun dengan kualitas air yang baik.
Sumber mata air dari beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan adalah
dari kawasan Taman Nasional bantimurung –Bulusaraung (Karst
Maros-Pangkep), antara lain: sungai Wallanae yang merupakan sumber air
utama dari danau tempe, sungai pangkep, sungai bone (Pangkep), sungai
pute dan sungai bantimurung. Selain itu, ditemukan juga beberapa mata
air dan sungai-sungai kecil, serta aliran bawah tanah/danau bawah tanah
pada sistem perguaan.
Potensi Wisata
Berbagai jenis potensi wisata dapat dikembangkan dalam kawasan taman nasional Bantimurung – Bulusaraung, antara lain:
1. Wisata tirta, misalnya pada air terjun Bantimurung, patunuang asue/biseang labboro, dll.,
2. Wisata alam susur gua atau caving dapat dilakukan di banyak tempat
dalam kawasan karst taman nasional, dimana terdapat banyak gua dengan
keindahan yang menarik,
3. Caving untuk tujuan wisata budaya, terdapat banyak kawasan arkeologis atau situs sejarah dalam kawasan taman nasional,
4. Wisata atraksi satwa, seperti keindahan warna-warni kupu-kupu di habitat aslinya, kera hitam sulawesi, tarcius spectrum, dll
5. Tracking,
6. Menara-menara karst yang memiliki keindahan dan keunikan,
7. Dll.
C. Kondisi masyarakat di sekitar kawasan
Sosial Ekonomi
Mayoritas masyarakat yang berada di sekitar kawasan merupakan petani,
dengan alat produksi yang masih tradisional. Dengan demikian potensi
kerusakan kawasan taman nasional yang disebabkan oleh aktifitas bertani
masyarakat sangat kecil kemungkinan bisa terjadi. Secara umum masyarakat
yang berada di sekitar kawasan dari aspek ekonomi masih berada pada
kategori miskin, hal ini didasarkan pada
Budaya
Etnis
Bugis-Makassar yang menganut agama Islam merupakan bagian besar dari
penduduk yang menghuni kawasan sekitar Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung. Kabupaten Maros dan Pangkep merupakan daerah peralihan
antara wilayah etnis Bugis dengan wilayah etnis Makassar, sehingga
masyarakat yang berada di wilayah tersebut umumnya mampu berbahasa
Bugis dan Makassar. Pada beberapa kecamatan di Kabupaten Maros dan
Pangkep, terdapat komunitas yang menggunakan bahasa Dentong dan bahasa
Makassar berdialek Konjo.
Sistem kepercayaan dan budaya masyarakat
Maros, Pangkep dan Bone sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya
Bugis-Makassar dan Islam. Nilai-nilai budaya yang berlaku masih
dijunjung tinggi oleh masyarakat di wilayah tersebut.
Masyarakat
agraris pada umumnya mempunyai aktifitas rutin dalam hal pertanian, hal
ini pun terjadi pada masyarakat yang menghuni kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung, mulai dari persiapan lahan, penanaman dan
panen. Semangat gotong royong dalam pembuatan atau perbaikan saluran
air, jalan desa dan ritual budaya masih terpelihara dengan baik.
Masyarakat mengadakan tudang sipulung (duduk Bersama) untuk menentukan
musim panen bersama aparat desa. Seperti masyarakat bugis-makassar,
disanapun dilaksanakan kegiatan Mappadendang sebagai ucapan rasa syukur
yang dilaksanakan setelah musim panen padi. Disamping itu, dikenal
berbagai budaya lokal yang terkait dengan sistem kepemilikan (sanra,
teseng, dan pewarisan) dan perkawinan yang berkaitan dengan budaya
agraris.
Pendidikan
Kondisi pendidikan masyarakat pada
wilayah-wilayah di sekitar kawasan Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung sampai dengan tahun 2006 dapat dianggap masih cukup rendah.
Berdasarkan data kondisi pendidikan, persentase jumlah pelajar dari
total populasi penduduk hanya sebesar 19,07%. Sebagai bahan
perbandingan, jumlah populasi masyarakat seluruh Kabupaten Maros yang
berada dalam usia sekolah (dengan asumsi usia 5 hingga 19 tahun)
sebanyak 102.836 jiwa atau ± 34,56% dari total populasi 297.618 jiwa.
Dengan menggunakan angka prosentase populasi penduduk seluruh Kabupaten
Maros yang berada dalam usia sekolah, dibandingkan dengan prosentase
jumlah pelajar dari total populasi penduduk di sekitar kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung yang hanya sebanyak 19,07%, maka
terdapat sekitar 55% atau lebih dari separuh penduduk usia sekolah yang
tidak bersekolah di sekitar kawasan taman nasional. Kenyataan yang
demikian ini dapat digunakan sebagai salah satu peringatan atau indikasi
bahwa tekanan terhadap kawasan taman nasional masih akan tetap tinggi
hingga dua atau tiga dekade yang akan datang. Populasi penduduk ini
sebagian besar masih akan menggantungkan kebutuhan ekonominya dari
bidang-bidang pertanian (yang membutuhkan lahan), yang disebabkan oleh
lemahnya daya saing untuk memperoleh jenis pekerjaan lain yang
mempersyaratkan pendidikan.
D. Fakta-Fakta lapangan
1. Terdapatnya perusahaan tambang dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
2. Seluruh perusahaan tambang marmer berada dalam kawasan karst kelas I
3. Kawasan pengganti izin pinjam pakai kawasan tidak jelas lokasinya.
4. Adanya tumpang tindih tapal batas Taman Nasional dan wilayah kelola masyarakat
5. Adanya alif fungsi lahan dibeberapa titik.
6. Produktifitas pertanian mengalami penurunan akibat pencemaran perusahaan pertambangan.
WALHI Sul-Sel