PRESS RELEASE
DPRD Kota Makassar harus mengutamakan keselamatan
masyarakat di tengah risiko bencana ekologis di Kota Makassar
(Sikap terhadap
polemik keputusan DPRD Kota Makassar atas rencana anggaran penambahan RTH Kota
Makassar dalam APBD 2013)
Krisis RTH Kota Makassar
Kota
Makassar adalah salah satu daerah dengan tingkat risiko bencana yang Tinggi
(Peta Indeks Risiko Bencana Banjir, BNPB). Ketersediaan daerah resapan
(catchment area) yang tidak memadai, buruknya sistem pengelolaan sampah dan drainase merupakan faktor dominan
penyebab banjir (bencana ekologis) yang pada dasarnya bersumber dari penataan
ruang kota Makassar yang semakin buruk. Kondisi ini meletakkan tuntutan untuk penambahan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai kebutuhan mutlak dipenuhi di Kota
Makassar. Dengan kata lain, salah satu
instrumen kunci untuk pengurangan risiko bencana di kota Makassar adalah ketersediaan RTH yang memadai. Di musim
kemarau, kawasan ini akan memberikan kesejukan dan penghisap racun polutan kota
diberbagai tempat. Di musim penghujan, kawasan ini akan menyerap dan membantu
pengendalian sirkulasi air dalam kuantitas yang cukup besar sehingga dapat
menghambat banjir. Jelas, bahwa tuntutan
ini bukan tanpa dasar dan analisis dangkal semata. Selain merupakan tuntutan
lingkungan, RTH telah menjadi amanah konstitusional (PERDA Kota Makassar No.6
Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Makassar 2005-2015).
RTH
merupakan kawasan pengaman, peneduh, penyangga dan atau keindahan lingkungan,
sekaligus sebagai fasilitas umum (Perda No.6 th.2006 tentang RTRW Kota
Makassar, Paragraf 3, Pasal 15, ayat 2). RTH di Makassar yang tidak mencapai
10% dari luas wilayah kota merupakan kenyataan krisis RTH di Kota Makassar. Target realisasi minimal 30% RTH seperti yang
digembar-gemborkan pemerintah selama ini nampaknya hanya isapan jempol semata.
Target inipun sebenarnya tidak berdiri dalam rancangan visi yang jelas. Mengingat
bahwasanya RTH yang dimaksud dalam RTRW Kota Makassar dihitung dalam persentase
konkrit berdasarkan luas wilayah dalam 13 kawasan terpadu di kota Makassar. Pusat
kota (5%), kawasan pemukiman terpadu (7%), kawasan pelabuhan terpadu (7%),
kawasan bandara terpadu (15%), kawasan maritim terpadu (10%), kawasan industry
terpadu (7%), kawasan pergudangan terpadu (5%), kawasan pendidikan tinggi
terpadu (7%), kawasan penelitian terpadu (55%), kawasan budaya terpadu (15%),
kawasan olahraga terpadu (18%), kawasan bisnis dan pariwisata terpadu (10%),
dan kawasan bisnis global terpadu (12%) (Perda No.6 th.2006 tentang RTRW Kota
Makassar, Paragraf 3, Pasal 15, poin 3).
Derita
banjir di Makassar awal 2013 bukanlah karena luapan sungai Jeneberang dan
sungai Tallo. Tetapi, ketidaktersediaan (RTH dan sistem drainase yang baik)
pengendali sirkulasi air dalam kota. Kenyataan pahit ini akan terus berulang jika
tidak ada ketegasan dan komitmen kuat mengatasi krisis RTH di Kota Makassar.
Keputusan DPRD Kota Makassar dan ancaman keselamatan
masyarakat Makassar
Terlepas
dari polemik keputusan DPRD Kota Makassar yang menghapus/mengalihkan anggaran
untuk penambahan RTH Kota Makassar dalam APBD 2013 yang telah diusulkan BLHD
Kota Makassar sebesar 6 milliar rupiah dengan alas an ketidaktepatan peruntukan
anggaran. Patut disadari bahwa penambahan RTH di Kota Makassar merupakan
kebutuhan yang sangat penting dan mendesak, mengingat krisis RTH Makassar
seperti yang telah dipaparkan di atas. Keputusan DPRD Kota Makassar harus
menggambarkan komitmen dan kebijakan politik yang kuat dan tegas untuk
menciptakan ruang yang lebih baik (RTH) dan menjamin keselamatan masyarakat di
kota Makassar. Keputusan yang keliru akan menjadi alasan tidak adanya
penambahan RTH baru di Makassar dan membuat kota semakin rentan dengan bencana
ekologis. Padahal, telah dipahami bahwa penambahan RTH dapat menjadi salah satu
instrumen pendukung untuk memperbaiki daya dukung lingkungan di Kota Makassar.
PERDA
RTRW Kota Makassar yang baru belum dibahas dan ditetapkan, belum tersedianya
dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kota Makassar (amanah UU. No.
32 Th. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup), dan ketidaktepatan
keputusan yang berkaitan dengan penambahan RTH akan menambah deretan catatan
buruk kebijakan sektor lingkungan di Kota Makassar. Kondisi ini akan membuat
semakin sulit menilai pola pemanfaatan ruang dan daya dukung lingkungan di
tengah semakin pesatnya pembangunan Kota Makassar. Wajar nantinya jika pemandangan
di kota Makassar akan semakin sesak dengan formasi
beton. Penderitaan dan kerugian akibat bencana ekologis harus dijadikan
pelajaran besar bagi seluruh pemangku kebijakan di kota ini agar sadar dan
menjadikan sektor lingkungan sebagai sektor utama dalam penentuan kebijakan. Disadari
atau tidak, ketidakberesan pengelolaan lingkungan hidup kota Makassar telah
mempertaruhkan keselamatan masyarakat Makassar dengan tingginya ancaman bencana
ekologis akibat ekspansi pembangunan tanpa kendali.
Menyikapi
polemik tersebut di atas, Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menyatakan sikap:
1. Mendesak DPRD
Kota Makassar segera membuat keputusan yang menunjukkan komitmen yang kuat dan
tegas berkaitan dengan penambahan RTH Kota di tahun 2013.
2. Mendesak DPRD,
Pemerintah dan BLHD Kota Makassar segera merealisasikan penambahan RTH Kota
Makassar sesuai dengan aturan yang berlaku.
3. Menuntut
kepada DPRD dan Pemerintah Kota Makassar senantiasa menjadikan keselamatan
masyarakat dan keberlanjutan ekologis kota Makassar sebagai faktor dan pertimbangan
utama dalam penetapan seluruh kebijakan pembangunan.
4. Mendesak DPRD
Kota Makassar segera membahas dan menetapkan Perda RTRW Kota Makassar yang
terbaru dan Kebijakan sektor lingkungan lainnya dan melibatkan seluruh
stakeholder dalam proses pembahasan dan penetapannya.
Kami juga
menyerukan kepada seluruh masyarakat
kota Makassar untuk senantiasa lebih kritis dan menggunakan haknya untuk
menyatakan sikap, pikiran dan pandangannya dalam menyikapi seluruh
kebijakan/keputusan yang dibuat oleh Pemerintah dan DPRD Kota Makassar.
Pulihkan
Makassar, Utamakan Keselamatan Rakyat
-WALHI EKSEKUTIF DAERAH SULAWESI SELATAN-